Kamis, 29 Juli 2010

Agar Ta'aruf Tidak Berbuah Kecewa

Seringkali terjadi di kalangan ikhwan dan akhwat yang sudah siap untuk berumah tangga dan menjalani ta'aruf yang syar'i namun yang terjadi adalah sebuah kekecewaan dan kegagalan di masa ta'aruf. Hal ini terjadi karena kurangnya persiapan dan beberapa faktor eksternal yang kurang mendukung, seperti kurangnya info, tidak seriusnya perantara atau hal yang lainnya.

Diharapkan agar pihak-pihak yang bersangkutan dalam sebuah ta'aruf yang syar'i bagi calon pasangan suami istri (dari wali atau perantara) agar benar-benar memiliki itikad yang baik dan kuat dalam menyukseskan bursa perjodohan yang mereka selenggarakan, tidak perlu kampanye pasang baliho, spanduk dan promosi palsu.. Apalagi sampai masuk dalam kategori "money politic", untuk itu mari kita simak beberapa hal di bawah ini..

*Ikhlas karena Allah Subhanallahu wa ta'ala*

Pernikahan hendaknya diawali dengan niat yang tulus dan bagian dari ibadah kepada Allah Subhanallahu wa ta'ala, serta mengikuti sunnah Rasulullah shalallahu'alaihi wa sallam, karena yang demikian itu akan berakibat baik dan mendapatkan ridha dari Nya.

Allah Subhanallahu wa ta'ala berfirman : "Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (Untuk menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang perempuan..."
(Q.S An-Nur : 32)

Rasulullah Shalallahu'alaihi wa sallam bersabda :
"Wahai kaum muda! Barangsiapa diantara kalian telah mampu membiayai pernikahannya, hendaknya ia menikah! Karena ia akan lebih dapat menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan..."
(HR. Bukhari 5065, Muslim 1400)

Sehingga diharapkan buah dari keikhlasan ini akan mampu memberikan jalan yang lebih lapang dalam menyusun sebuah rumah tangga yang sakinah, tidak akan berakhir kecuali dengan kebaikan. Imam Ahmad dari Hadist Anas bin Malik radhiyallahu'anhu, ia berkata :

"Rasulullah shalallahu'alaihi wa sallam meminang seorang gadis anshar kepada ayahnya untuk seorang laki-laki yang bernama Julaibib, ia bertubuh pendek dan berwajah buruk. Seolah-olah Al-Anshari (yakni ayah gadis itu) tidak menyukainya, maka si ayah berkata, 'Nanti aku akan bermusyawarah dulu dengan ibunya.' Nabi Shalallahu'alaihi wa sallam berkata, 'Ya kalau begitu!' Maka ia pun mendatangi istrinya dan menyebutkan perkara itu kepadanya. Istrinya menentangnya dengan keras. Maka si gadis itu berkata setelah mendengar pembicaraan kedua orang tuanya, 'Apakah kalian ingin menolah perintah Rasulullah shalallahu'alaihi wa sallam??' Kemudian gadis itu membaca firman Allah Subhanallahu wa ta'ala :

"Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan RasulNya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka." (QS. Al Ahzab : 36)

Maka si gadis itu berkata, "Aku ridha dan menerima apa yang membuat ridha Rasulullah shalallahu'alaihi wa sallam." Maka Rasulullaha shalallahu'alaihi wa sallam pun berdo'a untuknya, "Ya Allah, curahkanlah kebaikan atasnya dan janganlah jadikan sempir kehiduapannya." Maka ia menjadi shahabat anshar yang paling banyak pendapatan dan hartanya. Anas berkata, 'Tidak ada janda yang lebih kaya dari pada dirinya.' Ia telah menjadi janda setelah Julaibin keluar bersama Rasulullah shalallahu'alaihi wa sallam dalam sebuah peperangan.

*Jangan Memasang Target Terlalu Tinggi*

Akhi dan ukhti jangan memasang target sasaran calon suami atau calon istri yang terlalu tinggi, karena hal tersebut hanya akan menyakiti hati dan membuka pintu syaithan untuk merusak benih-benih pernikahan yang syar'i, selain itu dengan terlalu berlebihan dalam berangan-angan akan membuat pelakunya susah mendapatkan calon pendamping hidup yang sesuai dengan yang diharapkan.

Seyogyanya seorang muslim dan muslimah yang bertaqwa kepada Allah Subhanallahu wa ta'ala agar menentukan calon pasangan hidup yang sesuai dengan petunjuk Rasulullah shalallahu'alaihi wa sallam, yakni mengedepankan ilmu agama yang dimilih oleh masing-masing calon pasangan hidup. Bukan hanya memperhatikan masalah fisik, jabatan atau harta seseorang saja, karena hal demikian justru akan membuat rusaknya angan-angan yang dibangun saat mengetahui bahwa fisik, jabatan dan harta tidak mampu mewujudkan kebahagiassn dalam rumah tangga.

Target pasangan hidup yang tinggi (masalah fisik, kedudukan, dan harta) tidak menjamin akan memberikan pasangan hidup yang ideal ketika tidak memiliki aqidah yang syar'i dan keshalihan akhlak, jadi diharapkan tidak ada akhwat atau ikhwan yang terlalu memprioritaskan proporsi fisikis calon pendampingnya kelak, semua itu adalah ciptaan Allah Subhanallahu wa ta'ala dan tidak layak kita merendahkan ciptaan Allah Subhanallahu wa ta'ala.

*Mencari Informasi Yang Akurat*

Agar pasangan yang akan menikah berusaha mengumpulkan informasi yang 'shahih', dengan cara yang sesuai syariat, yakni dengan menanyakan kepada keluarga yang bersangkutan atau perantara yang membantu ta'aruf tersebut. Hal ini tidak termasuk dalam hal ghibah (menggunjing) atau tajassus (mengorek informasi/memata-matai) yang dilarang, asalkan dengan maksud memberikan nasihat dan perhatian, bukan untuk menyakiti orang lain.

Pernikahan syar'i bukanlah hal 'membeli kucing dalam karung' sebagaimana yang sering dituduhkan oleh kalangan juhala (orang-orang yang jahil ilmu agamanya), sehingga mereka (juhala) menggunakan alasan ini untuk menghalalkan pacaran, padahal justru pernikahan yang syar'i mengandung nilai keadilan untuk mengetahui kondisi keadaan seorang wanita yang akan dipinang.

Hal ini sebagaimana sabda Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam kepada Fathimah binti Qais ketika dia meminta pendapat beliau Shalallahu'alaihi wa sallam : "Adapun Abu Jahm adalah seorang laki-laki yang tidak pernah meletakkan tongkat dipundaknya (suka memukul), sedangkan Mu'awiyah adalah seorang laki-laki yang fakir dan tidak memiliki harta. Nikahilah olehmu Usamah." (HR. Muslim 1480 , An Nasa'i 3245 dan Abu Dawud 2284)

Dalam hadist shahih di atas, seorang akhwat boleh memilih ikhwan yang akan dinikahkan dengannya sesuai dengan kondisi yang berkenaan dengan hatinya, tentunya dengan nasihat seseorang yang shalih yang mengetahui kondisi akhlak dan agama ikhwan yang bersangkutan. Perlu diperhatikan bahwa menyebutkan aib dan kekurangan yang bersangkutan hanya ketika diperlukan, namun jika tidak diperlukan maka tidak boleh menyebutkannya.

Diharapkan juga bagi seorang wali atay perantara dalam ta'aruf memberikan informasi yang sejujur-jujurnya karena Allah ta'ala, karena sekecil apapun kedustaan itu akan berakibat buruk di kemudian hari dan akan di catat sebagai dosa yang akan dipertanggung jawabkan di akhirat.

Mendapatkan informasi yang benar juga agar seorang ikhwan tidak sampai meminang akhwat yang telah dipinang oleh ikhwan yang lain karena hal tersebut tidak halal baginya, berdasarkan sabda Rasulullah Shalallahu'alaihi wa sallam, "Dan janganlah seseorang meminang wanita yang masih di pinang oleh saudaranya sampai orang tersebut menikahinya atau meninggalkannya." (HR. Bukhari 5143, Muslim 1413)

*Terima Dia Apa Adanya*

Tidak semua yang datang kepada kita bisa sesuai dengan kehendak hati kita, ada saatnya apa yang kita dapatkan justru jauh di luar bayangan kita, maka terimalah dia calon pendampingmu apa adanya. Seorang akhwat biasanya ketika mencari calon pendamping kadang selalu mempertanyakan berapa penghasilan calon suami perbulannya.

Kasihan ikhwan, tidak mungkin ikhwan harus memasang tanda "akhwat matre dilarang ta'aruf" pada bajunya, fenomena "akhwat matre" juga kadang membuat bursa perjodohan makin carut marut, lebih susah diatur dari pada pengurusan bursa bupati atau lurah. Alasan mencari ikhwan yang 'sekufu' atau sekedar berangan-angan agar bisa hidup enak dan nyaman akan merusak suatu nilai pernikahan yang sesuai sunnah, bahkan sering terjadi saat ta'aruf berubag menjadi puncak kekecewaan setelah memupuk harapan dan bermain dengan angan-angan.

Maka terimalah dia pasanganmu apa adanya, (ada rumah, ada mobil, ada jabatang.... 'afwan terkadang plesetang ini muncul ketika perkataan apa adanya berubah menjadi sebaliknya pada kenyataannya, namun yang membuat akhwat kadang ambil langkah mundur ketika ada perkataan.. "ada istri pertama.." , "tak ingin aku dimadu..!" katanya).

Menerima calon pendamping dengan lapang dada dan apa adanya akan meringankan beban pikiran dan melegakan hati, juga memperkecil kemungkinan terbukanya pintu-pintu syaithan untuk menggagalkan ta'aruf yang sesuai syar'i, perlu diwaspadai bahwa syaithan tidak akan tinggal diam melihat seorang muslin yang berusaha ber'ittiba kepada Rasulullah shalallahu'alaihi wa sallam. Menerima apa adanya calon pasangan juga termasuk sunnah untuk menyegerakan menikah ketika yang bersangkutan sudah siap dan memenuhi syarat.

*Ada Prasangka Kuat bahwa Tawaran (Pinangan) nya akan di Terima*

Setelah melalui pemahaman dan menelaah informasi yang akurat dari wali akhwat atau perantara ikhwan yang bersangkutan kemudian masing-masing pihak dari calon suami dan calon istri yang akan nazhar memiliki kehendak yang kuat untuk menerima ikhwan atau akhwat setelah nazhar, maka dianjurkan untuk melanjutkan ta'aruf ini.

Namun jika setelah menerima informasi ada ganjalan dan sesuatu yang tidak disukai dari salah satu pihak yang nanti akan membuat sebuat ta'aruf berbuah kecewa lebih baik tidak usah nazhar dan tidak perlu diteruskan ta'arufnya, kecuali pihak yang keberatan telah menyatakan kerelaan dan ikhlas atas kekurangan calon pendamping hidupnya.

Dianjurkan juga bagi laki-laki yang berta'aruf dan wanita yang berta'aruf untuk beristikharah dalam masalah ini. Masing-masing dari keduanya beristikharah untuk meminta petunjuk kepada Allah subhanallahu wa ta'ala tentang calon mempelai (saat ta'aruf), tentang waktu pernikahan dan yang lainnya.

Wallahu'alam bishowab.

Penulis : Andi Abu Najwa
Sumber : Bengkel Akhlak Sunnah dan saya salin ulang dari catatan 'Sebuah Awal Perjalanan Menuju Istana Cinta' milik seorang sahabat muslimah..

-Ummu 'Aisyah-

Powered by Sinyal Kuat Indosat from My Nokia Phone®

Tidak ada komentar:

Posting Komentar