Selasa, 29 Juni 2010

Surat Teruntuk Kawan-Kawan Yang Kokoh Menjaga Hijabnya.

Bismillah..

Jakarta, Maret 2009

Dulu aku pernah berpikir, betapa kuno dan tidak menariknya kalian..
Dengan hijab lebar yang menurutku lebih mirip taplak meja, pakaian gombrong seperti karung goni ditambah rok panjang yang hampir mirip dengan kain pel yang menjuntai-juntai ke tanah.
Plus wajah kalian yang polos pucat (yang kusebut seperti mayat) tanpa make up dan tidak berparfum membuatku heran karena aku setiap hari menggunakan parfum Anna Sui dan Issey Miyake supaya wangi nan segar sepanjang hari.
Bagaimana bisa kalian menarik perhatian lelaki dengan ala kadarnya seperti itu.
Tidak tahukah kalian bahwa laki-laki amat suka dengan perempuan yang cantik dan menarik?
Dan apakah dengan cara berpakaian kalian seperti itu kalian dapat menarik perhatian laki-laki yang ganteng, kaya, dan memiliki segalanya?

Dulu aku berpikir, betapa membosankannya kehidupan kalian..
Setiap hari berkutat dengan sholat 5 waktu..Pagi, siang, sore, menjelang malam, malam...
bahkan ditambah bangun tengah malam untuk sholat malam plus dzikir dan menghafal ayat Al-Quran...
Tidak ada waktu gaul, tidak ada waktu hangout, tidak ada waktu bersenang-senang..
tentu saja kegiatan seperti itu amat membosankan kan? Berbeda denganku yang tiap hari diisi dengan ke salon, hangout, dugem, ke acara konser musik, plesir dan jalan-jalan ke mall sekedar untuk shopping dan cuci mata...memperluas pergaulan..

Lagi-lagi dulu aku juga berpikir, kok ada ya perempuan yang rela sepanjang hidupnya tidak menikmati samasekali kemewahan dan gemerlapnya dunia?
Heloo.....kita hidup cuma sekali loh...emang kalian gak terbersit keinginan untuk bersenang-senang sedikit? entah paling tidak tahu lah bagaimana indahnya dunia itu...ada uang, ada popularitas, ada kekuasaan...

Dengan uang, kalian bisa membeli apa yang kalian inginkan..mulai dari emas, baju, peralatan make up, bahkan mobil, rumah??

Dengan Popularitas kalian akan dielu-elukan banyak orang...banyak FANS! coba bayangkan, kan menyenangkan kalau kalian terkenal dimana-mana...foto kalian dipajang orang banyak...disalamin orang...dimintai foto bareng..

Dengan kekuasaan kalian juga dengan mudah mengatur segalanya..gak ada tuh yang namanya rumah digusur, atau masuk penjara..dengan kekuasaan kalian dengan mudah mengatur semuanya...tinggal menjentikkan jari...seperti layaknya raja..

Bukannya itu menyenangkan daripada hanya sekedar menghabiskan waktu dengan solat, dzikir, dan amalan-amalan lainnya?

Dan Dulu aku berpikir...
BETAPA TIDAK MUNGKINNYA AKU TERTARIK DENGAN GAYA HIDUP KALIAN
melihat gaya berpakaian kalian saja aku sama sekali tidak tertarik,
apalagi mengikuti deretan rutinitas yang membosankan seperti kalian.

Sungguh saat itu yang terbersit dalam benakku mengenai rutinitas kalian adalah
jalan hidup yang melelahkan...
membosankan..
tidak menarik..
Sok suci dan sok munafik gak tertarik dengan dunia..
Homogen..
Terkungkung...
Ribet..
Gak bebas..
Terintimidasi..
Kuno..
Berpikiran sempit..

Dan aku hampir-hampir tidak yakin bahwa aku tertarik dengan kalian..
sampai pada suatu hari aku IRI dengan kalian..
Berawal dari kenyataan PAHIT bahwa ternyata sebejat-bejatnya pria yang masih normal dan tidak ingin berurusan dengan hukum - paling tidak, tetaplah memilih wanita baik-baik membuat aku benar-benar serius berpikir...
Adakah pria yang mau menikahi seorang pelacur dengan akal sehatnya?
Pertanyaan simpel, tetapi aku mencoba mencari jawabannya yang ternyata sulit juga...
Kutanya satu persatu teman-temanku, jawabannya selalu sama...ENGGAK MAU, kecuali udah tobat.
Aku mencari lagi, kali saja ada satu orang yang mau menikahi pelacur, dengan kondisi perempuan itu masih melacur...
Ternyata NIHIL.. kalaupun ada biasanya itu dari koran dengan headline "SUAMI DIPENJARA KARENA TEGA MENJUAL ISTRINYA KEPADA HIDUNG BELANG"..wah..

Lalu aku kembali bertanya pada diriku sendiri..
Sudahkah aku menghargai diriku sendiri?
Sudahkah aku menghormati diriku sendiri?
Sudahkah aku menyayangi diriku sendiri?
Siapa lagi yang menghargai kita selain diri kita sendiri?
Kitalah yang menentukan hendak menghargai seberapa mahal diri kita..
Entah dengan kisaran harga 1000 rupiah, goceng, 5 juta rupiah, 20 juta rupiah atau mungkin unlimited?
Lalu dimanakah kisaran hargamu?
Oke..aku pilih unlimited..karena aku gak mau ada embel-embel angka untuk menghargai diriku...
Lalu bagaimana caranya agar harga diriku unlimited?

Dan akupun teringat kalian...
Teman-teman yang kokoh menjaga hijabnya
Dibalik kesederhanaan kalian, aku melihat dengan jelas betapa unlimitednya harga kalian.

Berbeda dengan wanita lain yang dengan mudah kutaksir harganya, cukup dilihat dari baju 500 ribu, sepatu 700 ribu, make up 400ribu, dan jika kalian mau mengajaknya berkencan kalian bisa mengajak nonton di bioskop 50 ribu, atau makan di restoran 100 ribu, membelikannya hadiah 200 ribu...mungkin ada yang lebih mahal tetapi aku yakin masih bisa menaksirnya dengan harga rupiah ataupun dollar.

Tetapi kalian..aku sungguh tidak tahu berapa nilai uang untuk mentaksir nilai kalian...baju kalian memang sederhana, hijab kalianpun polos..
Tapi..aku tidak tahu berapa harga untuk mengajak kalian kencan?
Sepertinya kalian tidak tertarik menonton bioskop, ataupun makan malam romantis, dan hadiah-hadiah mahal dari para lelaki...kalian tetap tidak bergeming.
Kalian lebih memilih di rumah, menjaga diri kalian, bersujud setiap waktu sebagai wujud cinta kalian kepadaNYa, melantunkan dzikir dari bibir-bibir kalian sebagai penghibur dalam suka duka...

Dulu yang kukira dengan mengikuti mode, dandanan penuh make up dapat menaikkan harga diriku ternyata salah...
Yang terjadi hanyalah aku menjadi budak mode, berlomba-lomba mempercantik diri untuk mendapatkan lelaki yang hanya melihat kami dari fisiknya saja..dan berpaling ketika kami kelak peyot dan tua renta..

Dulu yang kukira dengan mengejar kontes kecantikan, bintang iklan, model majalah adalah keren dan puncak kejayaan ternyata salah...
Yang terjadi hanyalah kesengsaraan, kesempitan hati, kehampaan dan lelah yang berkepanjangan..
karena tidak ada yang mau mengerti kita yang tengah sedih atau gundah gulana..semua dituntut untuk sempurna, tanpa mau memperhatikan perasaan kami..profesional katanya..

Dulu yang kukira dengan memiliki jabatan dapat menakhlukkan dunia ternyata salah..Yang dirasakan hanya gelisah..
Karena banyaknya yang mengincar kekuasaan..sikut sana..sikut sini...teror..menjadi hidup kami tak tenang untuk menjaga harta-harta kami...menjadi mimpi buruk bagi istri dan anak-anak kami karena harus dikawal dengan penjagaan ketat oleh bodyguard..


"Katakanlah: "Kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertakwa dan kamu tidak akan dianiaya sedikitpun". (An Nisaa' 4 : 77)

"Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi. Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal". (Al A'laa 87 : 16-17)


YA ALLAH..
sungguh aku tersadar akan satu hal...
Dulu aku begitu terbius dengan gemerlapnya dunia...Kekayaan, Popularitas, Kekuasaan yang ternyata sungguh murah harganya..
Semuanya masih bisa kutaksir dengan harga..
Dan bagaikan belenggu setan yang tidak dapat lepas darinya..

Aku terjerat dalam lingkaran tanpa ujung...berputar-putar didalamnya tanpa dapat keluar darinya...
YA, aku menjadi budak dunia...
Yang sulit sekali lepas darinya.

Dari hatiku yang paling dalam, aku mengakui sebuah kebenaran hakiki..
Hanya ada 1 jalan yang mampu untuk menyelamatkanku dari rantai yang membelenggu jiwa dan ragaku dari jerat dunia ini...
Yaitu, satu satunya jalan yang telah ditunjukkan oleh AL QURAN menurut pemahaman Rasulullah..dan para sahabat setianya...

Ditengah akal hambaMU yang terbatas,
Dulu, tidak pernah terbersit sedikitpun dalam otakku untuk berpikir mengapa Allah menurunkan AL QURAN sebagai pedoman untuk mengatur sedemikian rupa untuk hambanya...
Tetapi kini aku menyadari, bahwa itulah bukti bahwa Engkau Maha Penyayang..
Dan itu kau tunjukkan dengan menyiapkan jalan satu-satunya untuk dapat melewati sebuah fase kehidupan di dunia..

Dan Kisah ini dimulai ketika Engkau memberi tahuku tentang kemuliaan wanita dengan hijabnya dari balik Kalamullah...
memuliakan wanita dan menjaganya agar kami tidak dapat dinilai dengan dunia..
Menaikkan derajat kami menjadi "manusia", bukan sekedar "barang produk kecantikan" ataupun "barang pajangan" yang mudah disentuh manusia lainnya..
Engkau memberikan kami harga diri yang begitu tidak terbatas...
Dan hanya laki-laki yang mencintaiMU lah yang berhak mendapatkan wanita shalihah...
Sungguh pasangan yang sepadan untuk seorang muslimah yang teguh menjaga Izzahnya...


Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya[1232] ke seluruh tubuh mereka." Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (al Ahzab 33 : 59)


Dan buat kalian yang masih menganggap hijab adalah bentuk ketidakbebasan dan keterbelakangan, dan tidak menyukainya karena ketidaktahuan kalian, lebih baik simpan dulu ucapanmu sampai kamu tahu apa hakikat hijab yang sesungguhnya..


****


Untuk teman-temanku yang selalu menjaga hijabnya..
Untuk teman-temanku yang selalu teguh dengan pendiriannya..
Untuk teman-temanku yang tidak bergeming dengan cemoohan orang..
Untuk teman-temanku yang bertekad untuk berjalan diatas jalan salafush shalih..

Aku ucapkan selamat..
Percayalah..
Tidak ada yang lebih membahagiakan dan menentramkan selain menjadi seorang wanita muslimah..

COPASTE
-catatan kecil seorang akhwat-
by Laila Ghaida`
http://www.facebook.com/laila.ghaida?v=app_2347471856#!/note.php?note_id=401603302498


Powered by Sinyal Kuat Indosat from My Nokia Phone®

"Sudah Akh, Jangan Menggiati Poligami Kalau Masih Karna Nafsu.."

Bismillah..

-Saya dapatkan cerita ini dari Group Pecinta Radio Rodja yang di posting oleh Zainal Arifin- Ummu 'Aisyah.

Sepatah kisah. dari seorang akhwat di Jakarta.

Tolong disebarkan ke Group antum `Sudah Akh Jangan Menggiati Poligami Kalau Masih Karna Nafsu..`
Ini bukan tentang harta, dunia atau tahta, mungkin ini tentang cinta yang hanya senandung semata. Lamun sayu keringnya harapku, namun usaha hati bercerita penuh haru, apa itu benarnya ada ku tanya, untuk siapa kisahku dicipta, akupun tak tau siapa pemuda itu, mesti pasti fitnah itu adalah aku.

Ini sepatah kisahku..

Bermula bermalam di kota mimpi, kala hening tergantikan dengan cekikik riang diantara keduanya yang berjarak tatap layar. Ia gagah tegas membentangkan tentang hukum-hukum, tentang jumhur ulama, tentang kewajiban-kewajiban syari`at yang perlu ku ketahui. Ia fasih berceloteh dan aku gemar dengar dan pahami terkadang berbalas komentar yang kuketahui dari sedikit ilmuku. Begitu seterusnya hingga malam berganti malam dalam dua kali rotasinya, kemudian tiba ia nyatakan rasa yang menggelayuti hatinya terhadapku. Namun bukan hanya itu yang ia sampaikan, terkagetku pada kabarnya bahwa ia adalah seorang nahkoda dari dua anak. Dengan menata hatiku agar pula akal tetap pada posisinya, maka ku terima pinangannya untuk jadi madunya, dengan dasar untuk menghidupkan sunnah yang asing ini.hmmm..walau ku terburu tak teliti beberapa proposal yang menungguku. Ia begitu bahagia katanya, dan ku balas dengan senyum. Kami mulai merencanakan banyak hal, kami gelar dan mulai pisah-pisahkan mana hambatan mana pendukung, mulai memilah-milih mana solusi mana polusi.

Seraya begitu, serdadu setan merongrong hingga ke ubun, sampai kami sudi meramu kasih sekeping dua keping, mengadu kasih seteguk bersumur-sumur, walau perih di ujung-ujung jari kurasakan karna aku pernah mempelajari tentang hukum laku ini. Maka ku ingatkan ia untuk segera beritahu umminya anak-anak, namun selalu saja ia angkat marah mengguntur berkata `kakak lebih tau ummi kayak gimana dan harus pada waktu yang tepat untuk menyampaikannya!!` sekejap ku tunduk taat.

Tak perlu ku tahan, ummi telah tiba di sini, sebab takdir adalah saat telah terjadi di depan mata. Ummi menggelinangkan tangis dan amarah, ia minta diceraikan, itu yang kudengar dari ucapnya dan kuyakin pasti kejadiannya lebih hebat dari itu. Tiap detak detiknya waktu, gundah gelisah, khawatir akan suasana usang rumah sederhana di semenanjung Makassar itu akibat ulahku. Ku hanya berpesan `jangan sampai kaa, kau ceraikan umm, jangan kau pisahkan ranjangnya barang semalam saja, jangan kau pisahkan piringnya dalam waktu makanmu, aku akan membencimu karna ALLAH seumur hidupku jikalau kau lakukannya`. Namun yang kusesalkan ia mengiyakan dengan ragu, jelas kudengar dari ujung selulerku bahwa ia telah buta lagi dibuta-butakan oleh nafsu. Tiap saat ku bersikeras menyejukkan hatinya, menjernihkan akalnya, agar tetap pada jalan yang lurus. Hingga datang kabar gembira ummi menerimaku sebagai saudara keduanya. MasyaaALLAH beliau begitu tegar ikhlas, walau terselip rasa amarah itu wajar. Namun terheran aku beliau begitu lihai sembunyikannya dari alunan suaranya, dari kata yang di ucap, dari canda guraunya, beliau teladankanku ketegaran, keikhlasan dan kesabaran.

Syukurku tak pernah jeda, aku sungguh bahagia dengan kehangatan suasana ini, ku selalu bisikan keriangan ini ditelinga ummi. Cepat umm kemarikan jemarimu, biar kita rantai dengan rasa yang ada, usah pedulikan langit murung yang cemburu, sebab malam di perapian ini adalah kerinduan kita tentang rukun, karna terkadang abinya iri melihat kedekatan kita berdua. hehe..namun segera ku ajak abinya juga, telanjang kaki kami menari pada rumput setengah basah di pinggiran lidah api unggun yang menghangatkan.

Aku tau bahwa kebahagiaan dan kesedihan adalah mata uang yang tak terpisahkan. Sering kali ku berbuat salah bukan karna sengaja tapi karna kulalai dan bodoh. Dan setiap kali itu pula aku selalu diberi kesempatan oleh ummi dan abinya, maka pantaslah rasa syukurku bertambah. Sesal akhirnya, aku hampir terfitnah dengan ikhwan bujang yang sangat cerdas, ikhwan sekampusku, ikhwan yang telah mampu meminangku dibanding ia secara materiil. Tersambar petirlah ummi dan abinya ketika tau itu dari akun-akun mayaku (karna kuberi semua passwordku padanya), habis sudah kata-kata indah dari bibir keduanya. Terutama ummi, tak kuasa untuk menyerampahkan serapah kepadaku, ia menyebutku pelacur, mengataiku perusak rumah tangga orang, menyamakanku dengan hal-hal buruk lainnya,karna ku paham beliau tak rela abinya di injak-injak oleh anak kecil sepertiku (karna rentang waktu kami 10 tahun). Kuterima saja dengan kebisuan sejenak, namun ku bersitahan untuk meminta maaf, meminta rujuk dan meminta belas kasih. Rasanya waktu begitu keji, dengan menyudutkanku pada kehinaan ini sampai setelahnya kami rujuk kembali walau kepercayaan tak sebaik dulu, namun masih ada harap menyumbul kulihat.

Maka tiap kesempatan ku paraskan terus kepercayaan di hati-hati mereka, tak ku izinkan kebodohan berulang datang hancurkan semuanya. Dalam perjalanannya keringatku akan itu, ku dipertemukan dengan akhwat dalam satu majelis salaf, akhwat itu yang meminta untuk ku bertemu. Akhwat itu banyak penasaran akan kepemilikan hatiku, aku menjawab secara umum saja,seperti biasa. Namun ia bersitangguh lagi pancing-pancing nama abinya ummi, aku tersentak di kerongkongan, ada apa ku bertanya-tanya terus paksa untuk dapatkan jawaban.Akhirnya ia menangis dan kaku tanpa sebab yang tak ku ketahui, kupopor ia sampai ia mau ceritakan semuanya. Saat cerita itu mengalir dari ruang suaranya, saat itu pula rubuhlah segala teori tentang setia. Nyata, abinya ummi telah punya hubungan yang intens dengannya dulu sebelum denganku, tapi tak pernah jujur terangkan siapa dirinya.

Aku linglung di jalan yang lurus ini, tidak ada sadar akhirnya. Tak sanggup lagi ku mengepak sayap mengitari bumi atau menyibak kabut pagi, walau hanya memandang dunia pun aku tak sanggup. Aku menanggung sakit tiada bertabib, menanggung lara tiada pelipur, dirangkasayapku yang patah melawan badai tadi siang. Dihati yang tersayat oleh rasa, melawan benci diruang cinta. Dijantungku ini tertusuk duri, mungkin aku tiada tersadar lagi bahwa aku telah mati. Sudah, kuselesaikan semuanya tanpa kuasa meluapkan amarah, hanya ku katakan `aku marah kaa` hanya itu tidak lebih. Aku bertekad tak tuturkan ini ke ummi karna kutau bagaimana nanti hancur hatinya, biar saja abinya yang selesaikan semuanya. Sekarang aku tak ingin tau, siapa yang sebenarnya ia pilih dan ia cinta, aku atau akhwat itu, aku tak menginginkan tau itu, yang aku ingin sekarang hanya beritau ia bahwa ia tak bisa hidup menggiati cinta nafsu seperti ini. Ummi akan berikan akhwat yang sholehah jika ia mampu nanti, itu yang selalu ummi janjikan ketika awal pernikahan mereka dulu. Aku ingin sadarkan ia itu, hanya itu, berbalik pulanglah dan peluk ummi seraya menggendong anak-anak dipunggung dan tangannya, curahkan cinta kasih sayang sepenuhnya untuk mereka dahulu, menebus segala waktu yang hilang lalu, yang pernah dirampas dari mereka. Aku rela tak bersamanya, bukan karna kumudah mendapatkan ikhwan lain tapi karna ku mencintai dan membencinya karna ALLOH Ta`ala.

Angin, embun, sayap telah kulupakan menuju, hanya kenangan kini terbangkang. Ku tuang dalam gelas-gelas waktu kemudian kubuang semua angan dan mimpi lalu menyeberang. Kembali kurajut waktu yang telah terlepas, pergi dengan dengus terakhir sebelum senja bebas. Ku tau Tuhan tak melulu bungkam, dalam selubung putih aku bersujud, buntu kutemui jawaban, siksa ku berganti tenang, cintaku kembali bertaut, hatiku kembali berbunga, dengan kalamNya aku berteman, inilah aku yang dijaga olehNya karena pula menjagaNya. Aku merasa dicintai olehNya.

28 Juli 2010, oleh Unaisah Al-Jakartiyyah. Di Jakarta yang selalu merindukan Makassar berharap bertemu ummi, mengadu padanya, karna ku baru saja merasakan apa yang telah ia rasa akibat ulahku dulu. Karna komunikasi kita diputus oleh abinya ummi, tidak ada celah sama sekali, harapku suatu waktu nanti ku diperbolehkan angkat anak-anak menjadi anakku juga. Aku terlanjur sangat mencintai mereka. always luv u.

----------

P.S Spechless, bungkam, sediih, dan entah apa yang kurasakan setelah ku baca kisah ini. Sungguh menyayat dan mengiris hati. Semoga dapat menjadi pelajaran untuk kita semua kedepannya. Menjadikan sebuah pengingat untuk kita, bahwa pernikahan bukanlah karena hawa nafsu semata tapi untuk mencari Ridho Alloh ta'ala dan menjalankan sunnah Rasululloh shalallahu 'alaihi wassalam. Semoga Alloh selalu melindungi kita dari hal-hal yang keji dan mungkar. Allohumma amin.
-Ummu 'Aisyah-

Powered by Sinyal Kuat Indosat from My Nokia Phone®

Jumat, 25 Juni 2010

Keutamaan Di Bulan Rajab dan Sya'ban.

AMALAN DI BULAN RAJAB

Segala puji bagi Allah Rabb Semesta Alam, shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga, para sahabat dan para pengikut beliau hingga akhir
zaman. Alhamdulillah, kita bersyukur kepada Allah Ta'ala karena pada saat ini kita telah memasuki salah satu bulan haram yaitu bulan Rajab. Apa saja
yang ada di balik bulan Rajab dan apa saja amalan di dalamnya? Insya Allah dalam artikel yang singkat ini, kita akan membahasnya. Semoga Allah memberi
taufik dan kemudahan untuk menyajikan pembahasan ini di tengah-tengah pembaca sekalian.


*Rajab di Antara Bulan Haram*

Bulan Rajab terletak antara bulan Jumadil Akhir dan bulan Sya'ban. Bulan Rajab sebagaimana bulan Muharram termasuk bulan haram. Allah Ta'ala
berfirman,

*"Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu."* (Qs. At Taubah: 36)

Ibnu Rajab mengatakan, "Allah Ta'ala menjelaskan bahwa sejak penciptaan langit dan bumi, penciptaan malam dan siang, keduanya akan berputar di orbitnya. Allah pun menciptakan matahari, bulan dan bintang lalu menjadikan
matahari dan bulan berputar pada orbitnya. Dari situ muncullah cahaya matahari dan juga rembulan. Sejak itu, Allah menjadikan satu tahun menjadi dua belas bulan sesuai dengan munculnya hilal.

Satu tahun dalam syariat Islam dihitung berdasarkan perpuataran dan munculnya bulan, bukan dihitung berdasarkan perputaran matahari sebagaimana
yang dilakukan oleh Ahli Kitab." *(Latho-if Al Ma'arif*, 202)

Lalu apa saja empat bulan suci tersebut? Dari Abu Bakroh, Nabi *shallallahu 'alaihi wa sallam* bersabda,

*"Setahun berputar sebagaimana keadaannya sejak Allah menciptakan langit dan bumi. Satu tahun itu ada dua belas bulan. Di antaranya ada empat bulan haram
(suci). Tiga bulannya berturut-turut yaitu Dzulqo'dah, Dzulhijjah dan Muharram. (Satu bulan lagi adalah) Rajab Mudhor yang terletak antara Jumadil (akhir) dan Sya'ban."* (HR. Bukhari no. 3197 dan Muslim no. 1679)

Jadi empat bulan suci yang dimaksud adalah (1) Dzulqo'dah; (2) Dzulhijjah; (3) Muharram; dan (4) Rajab.

*Di Balik Bulan Haram*

Lalu kenapa bulan-bulan tersebut disebut bulan haram? Al Qodhi Abu Ya'la * rahimahullah* mengatakan, "Dinamakan bulan haram karena dua makna.

*Pertama*, pada bulan tersebut diharamkan berbagai pembunuhan. Orang-orang Jahiliyyah pun meyakini demikian.

*Kedua*, pada bulan tersebut larangan untuk melakukan perbuatan haram lebih ditekankan daripada bulan yang lainnya karena mulianya bulan tersebut. Demikian pula pada saat itu sangatlah baik untuk melakukan amalan ketaatan."
(Lihat*Zaadul Maysir*, tafsir surat At Taubah ayat 36)

Karena pada saat itu adalah waktu sangat baik untuk melakukan amalan ketaatan, sampai-sampai para salaf sangat suka untuk melakukan puasa pada
bulan haram. Sufyan Ats Tsauri mengatakan, "Pada bulan-bulan haram, aku sangat senang berpuasa di dalamnya." (*Latho-if Al Ma'arif*, 214)

Ibnu 'Abbas mengatakan, "Allah mengkhususkan empat bulan tersebut sebagai bulan haram, dianggap sebagai bulan suci, melakukan maksiat pada bulan
tersebut dosanya akan lebih besar, dan amalan sholeh yang dilakukan akan menuai pahala yang lebih banyak." (*Latho-if Al Ma'arif*, 207)

*Bulan Haram Mana yang Lebih Utama?*

Para ulama berselisih pendapat tentang manakah di antara bulan-bulan haram tersebut yang lebih utama. Ada ulama yang mengatakan bahwa yang lebih utama
adalah bulan Rajab, sebagaimana hal ini dikatakan oleh sebagian ulama Syafi'iyah. Namun An Nawawi (salah satu ulama besar Syafi'iyah) dan ulama
Syafi'iyah lainnya melemahkan pendapat ini. Ada yang mengatakan bahwa yang lebih utama adalah bulan Muharram, sebagaimana hal ini dikatakan oleh Al Hasan Al Bashri dan pendapat ini dikuatkan oleh An Nawawi. Sebagian ulama yang lain mengatakan bahwa yang lebih utama adalah bulan Dzulhijjah. Ini
adalah pendapat Sa'id bin Jubair dan lainnya, juga dinilai kuat oleh Ibnu Rajab dalam *Latho-if Al Ma'arif* (hal. 203).

*Hukum yang Berkaitan Dengan Bulan Rajab*

Hukum yang berkaitan dengan bulan Rajab amatlah banyak, ada beberapa hukum yang sudah ada sejak masa Jahiliyah. Para ulama berselisih pendapat apakah hukum ini masih tetap berlaku ketika datang Islam ataukah tidak. Di antaranya adalah haramnya peperangan ketika bulan haram (termasuk bulan
Rajab <http://muslim.or.id/fiqh-dan-muamalah/amalan-di-bulan-rajab.html>).
Para ulama berselisih pendapat apakah hukum ini masih tetap diharamkan ataukah sudah dimansukh (dihapus hukumnya). Mayoritas ulama menganggap bahwa hukum tersebut sudah dihapus. Ibnu Rajab mengatakan, "Tidak diketahui dari satu orang sahabat pun bahwa mereka berhenti berperang pada bulan-bulan haram, padahal ada faktor pendorong ketika itu. Hal ini menunjukkan bahwa mereka sepakat tentang dihapusnya hukum tersebut." (*Lathoif Al Ma'arif*, 210)

Begitu juga dengan menyembelih (berkurban). Di zaman Jahiliyah dahulu, orang-orang biasa melakukan penyembelihan kurban pada tanggal 10 Rajab, dan
dinamakan *'atiiroh* atau *Rojabiyyah* (karena dilakukan pada bulan Rajab). Para ulama berselisih pendapat apakah hukum 'atiiroh sudah dibatalkan oleh Islam ataukah tidak. Kebanyakan ulama berpendapat bahwa *'atiiroh* sudah dibatalkan hukumnya dalam Islam. Hal ini berdasarkan hadits Bukhari-Muslim, dari Abu Hurairah, Nabi *shallallahu 'alaihi wa sallam* bersabda,

*"Tidak ada lagi faro' dan 'atiiroh."* (HR. Bukhari no. 5473 dan Muslim no. 1976). Faro' adalah anak pertama dari unta atau kambing, lalu dipelihara dan nanti akan disembahkan untuk berhala-berhala mereka.

Al Hasan Al Bashri mengatakan, "Tidak ada lagi 'atiiroh dalam Islam. 'Atiiroh hanya ada di zaman Jahiliyah. Orang-orang Jahiliyah biasanya
berpuasa di bulan Rajab dan melakukan penyembelihan 'atiiroh pada bulan tersebut. Mereka menjadikan penyembelihan pada bulan tersebut sebagai 'ied (hari besar yang akan kembali berulang) dan juga mereka senang untuk memakan
yang manis-manis atau semacamnya ketika itu." Ibnu 'Abbas sendiri tidak senang menjadikan bulan Rajab sebagai 'ied.

'Atiiroh sering dilakukan berulang setiap tahunnya sehingga menjadi 'ied (sebagaimana Idul Fitri dan Idul Adha), padahal 'ied (perayaan) kaum
muslimin hanyalah Idul Fithri, Idul Adha dan hari tasyriq. Dan kita dilarang membuat 'ied selain yang telah ditetapkan oleh ajaran Islam. Ada sebuah
riwayat,

*"Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam melarang berpuasa pada seluruh hari di bulan Rajab agar tidak dijadikan sebagai 'ied."* (HR. 'Abdur Rozaq, hanya sampai pada Ibnu 'Abbas (mauquf). Dikeluarkan pula oleh Ibnu Majah dan Ath Thobroniy dari Ibnu 'Abbas secara marfu', yaitu sampai pada Nabi *shallallahu 'alaihi wa sallam*)

Ibnu Rajab *rahimahullah* mengatakan, "Intinya, tidaklah dibolehkan bagi kaum muslimin untuk menjadikan suatu hari sebagai 'ied selain apa yang telah dikatakan oleh syari'at Islam sebagai 'ied yaitu Idul Fithri, Idul Adha dan hari tasyriq. Tiga hari ini adalah hari raya dalam setahun. Sedangkan 'ied
setiap pekannya adalah pada hari Jum'at. Selain hari-hari tadi, jika dijadikan sebagai 'ied dan perayaan, maka itu berarti telah berbuat sesuatu
yang tidak ada tuntunannya dalam Islam (alias bid'ah)." (*Latho-if Al Ma'arif*, 213)

Hukum lain yang berkaitan dengan bulan Rajab adalah shalat dan puasa.

*Mengkhususkan Shalat Tertentu dan Shalat Roghoib di bulan Rajab*

Tidak ada satu shalat pun yang dikhususkan pada bulan Rajab, juga tidak ada anjuran untuk melaksanakan shalat Roghoib pada bulan tersebut.

Shalat Roghoib atau biasa juga disebut dengan shalat Rajab adalah shalat yang dilakukan di malam Jum'at pertama bulan Rajab antara shalat Maghrib dan
Isya. Di siang harinya sebelum pelaksanaan shalat Roghoib (hari kamis pertama bulan Rajab) dianjurkan untuk melaksanakan puasa sunnah. Jumlah
raka'at shalat Roghoib adalah 12 raka'at. Di setiap raka'at dianjurkan membaca Al Fatihah sekali, surat Al Qadr 3 kali, surat Al Ikhlash 12 kali.
Kemudian setelah pelaksanaan shalat tersebut dianjurkan untuk membaca shalawat kepada Nabi *shallallahu 'alaihi wa sallam*sebanyak 70 kali.

Di antara keutamaan yang disebutkan pada hadits yang menjelaskan tata cara shalat Raghaib adalah dosanya walaupun sebanyak buih di lautan akan diampuni dan bisa memberi syafa'at untuk 700 kerabatnya. Namun hadits yang menerangkan tata cara shalat Roghoib dan keutamaannya adalah hadits maudhu' (palsu). Ibnul Jauzi meriwayatkan hadits ini dalam *Al Mawdhu'aat* (kitab hadits-hadits palsu).

Ibnul Jauziy *rahimahullah* mengatakan, "Sungguh, orang yang telah membuat bid'ah dengan membawakan hadits palsu ini sehingga menjadi motivator bagi orang-orang untuk melakukan shalat Roghoib dengan sebelumnya melakukan puasa, padahal siang hari pasti terasa begitu panas. Namun ketika berbuka mereka tidak mampu untuk makan banyak. Setelah itu mereka harus melaksanakan
shalat Maghrib lalu dilanjutkan dengan melaksanakan shalat Raghaib. Padahal dalam shalat Raghaib, bacaannya tasbih begitu lama, begitu pula dengan
sujudnya. Sungguh orang-orang begitu susah ketika itu. Sesungguhnya aku melihat mereka di bulan Ramadhan dan tatkala mereka melaksanakan shalat
tarawih, kok tidak bersemangat seperti melaksanakan shalat ini?! Namun shalat ini di kalangan awam begitu urgent. Sampai-sampai orang yang biasa tidak hadir shalat Jama'ah pun ikut melaksanakannya." (*Al Mawdhu'aat li Ibnil Jauziy*, 2/125-126)

Shalat Roghoib ini pertama kali dilaksanakan di Baitul Maqdis, setelah 480 Hijriyah dan tidak ada seorang pun yang pernah melakukan shalat ini
sebelumnya. (*Al Bida' Al Hawliyah*, 242)

Ath Thurthusi mengatakan, "Tidak ada satu riwayat yang menjelaskan bahwa Nabi *shallallahu 'alaihi wa sallam*melakukan shalat ini. Shalat ini juga
tidak pernah dilakukan oleh para sahabat *radhiyallahu 'anhum*, para tabi'in, dan salafush sholeh -semoga rahmat Allah pada mereka-." (*Al
Hawadits wal Bida'*, hal. 122. Dinukil dari *Al Bida' Al Hawliyah*, 242)

*Mengkhususkan Berpuasa di Bulan Rajab*

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, "Adapun mengkhususkan bulan Rajab dan Sya'ban untuk berpuasa pada seluruh harinya atau beri'tikaf pada waktu tersebut, maka *tidak ada tuntunannya* dari Nabi *shallallahu 'alaihi wa sallam*dan para sahabat mengenai hal ini. Juga hal ini tidaklah dianjurkan oleh para ulama kaum muslimin. Bahkan yang terdapat dalam hadits yang shahih
(riwayat Bukhari dan Muslim) dijelaskan bahwa Nabi* shallallahu 'alaihi wa sallam*biasa banyak berpuasa di bulan Sya'ban. Dan beliau dalam setahun tidaklah pernah banyak berpuasa dalam satu bulan yang lebih banyak dari bulan Sya'ban, jika hal ini dibandingkan dengan bulan Ramadhan.

Adapun melakukan puasa khusus di bulan Rajab, maka sebenarnya itu semua adalah berdasarkan hadits yang seluruhnya lemah (dho'if) bahkan maudhu'
(palsu). Para ulama tidaklah pernah menjadikan hadits-hadits ini sebagai sandaran. Bahkan hadits-hadits yang menjelaskan keutamaannya adalah hadits
yang maudhu' (palsu) dan dusta."(*Majmu' Al Fatawa*, 25/290-291)

Bahkan telah dicontohkan oleh para sahabat bahwa mereka melarang berpuasa pada seluruh hari bulan Rajab karena ditakutkan akan sama dengan puasa di
bulan Ramadhan, sebagaimana hal ini pernah dicontohkan oleh 'Umar bin Khottob. Ketika bulan Rajab, 'Umar pernah memaksa seseorang untuk makan (tidak berpuasa), lalu beliau katakan,

*"Janganlah engkau menyamakan puasa di bulan ini (bulan Rajab) dengan bulan Ramadhan."* (Riwayat ini dibawakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
dalam *Majmu' Al Fatawa*, 25/290 dan beliau mengatakannya shahih. Begitu pula riwayat ini
dikatakan bahwa sanadnya shahih oleh Syaikh Al Albani dalam *Irwa'ul Gholil*)

Adapun perintah Nabi *shallallahu 'alaihi wa sallam* untuk berpuasa di bulan-bulan haram yaitu bulan Rajab, Dzulqo'dah, Dzulhijjah, dan Muharram,
maka ini adalah perintah untuk berpuasa pada empat bulan tersebut dan beliau tidak mengkhususkan untuk berpuasa pada bulan Rajab saja. (Lihat *Majmu' Al Fatawa*, 25/291)

Imam Ahmad mengatakan, "Sebaiknya seseorang tidak berpuasa (pada bulan Rajab) satu atau dua hari." Imam Asy Syafi'i mengatakan, "Aku tidak suka jika ada orang yang menjadikan menyempurnakan puasa satu bulan penuh
sebagaimana puasa di bulan Ramadhan." Beliau berdalil dengan hadits 'Aisyah yaitu 'Aisyah tidak pernah melihat Rasulullah *shallallahu 'alaihi wa sallam * berpuasa sebulan penuh pada bulan-bulan lainnya sebagaimana beliau menyempurnakan berpuasa sebulan penuh pada bulan Ramadhan. (*Latho-if Ma'arif*, 215)

Ringkasnya, berpuasa penuh di bulan Rajab itu terlarang jika memenuhi tiga point berikut:

1. Jika dikhususkan berpuasa penuh pada bulan tersebut, tidak seperti bulan lainnya sehingga orang-orang awam dapat menganggapnya sama seperti puasa Ramadhan.

2. Jika dianggap bahwa puasa di bulan tersebut adalah puasa yang dikhususkan oleh Nabi *shallallahu 'alaihi wa sallam* sebagaimana sunnah rawatib (sunnah yang mengiringi amalan yang wajib).

3. Jika dianggap bahwa puasa di bulan tersebut memiliki keutamaan pahala yang lebih dari puasa di bulan-bulan lainnya. (Lihat *Al Hawadits wal Bida'*, hal. 130-131. Dinukil dari *Al Bida' Al Hawliyah*, 235-236)

*Perayaan Isro' Mi'roj*

Sebelum kita menilai apakah merayakan Isro' Mi'roj ada tuntunan dalam agama ini ataukah tidak, perlu kita tinjau terlebih dahulu, apakah Isro' Mi'roj betul terjadi pada bulan Rajab?

Perlu diketahui bahwa para ulama berselisih pendapat kapan terjadinya Isro' Mi'roj. Ada ulama yang mengatakan pada bulan Rajab. Ada pula yang mengatakan pada bulan Ramadhan.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, "Tidak ada dalil yang tegas yang menyatakan terjadinya Isro' Mi'roj pada bulan tertentu atau sepuluh hari
tertentu atau ditegaskan pada tanggal tertentu. Bahkan sebenarnya para ulama berselisih pendapat mengenai hal ini, tidak ada yang bisa menegaskan waktu pastinya." (*Zaadul Ma'ad*, 1/54)

Ibnu Rajab mengatakan, "Telah diriwayatkan bahwa di bulan Rajab ada kejadian-kejadian yang luar biasa. Namun sebenarnya riwayat tentang hal
tersebut tidak ada satu pun yang shahih. Ada riwayat yang menyebutkan bahwa beliau dilahirkan pada awal malam bulan tersebut. Ada pula yang menyatakan bahwa beliau diutus pada 27 Rajab. Ada pula yang mengatakan bahwa itu terjadi pada 25 Rajab. Namun itu semua tidaklah shahih."

Abu Syamah mengatakan, "Sebagian orang menceritakan bahwa Isro' Mi'roj terjadi di bulan Rajab. Namun para pakar Jarh wa Ta'dil (pengkritik perowi hadits) menyatakan bahwa klaim tersebut adalah suatu kedustaan." (*Al Bida' Al Hawliyah*, 274)

Setelah kita mengetahui bahwa penetapan Isro' Mi'roj sendiri masih diperselisihkan, lalu *bagaimanakah hukum merayakannya?*

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, "Tidak dikenal dari seorang dari ulama kaum muslimin yang menjadikan malam Isro' memiliki keutamaan dari
malam lainnya, lebih-lebih dari malam Lailatul Qadr. Begitu pula para sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik tidak pernah
mengkhususkan malam Isro' untuk perayaan-perayaan tertentu dan mereka pun tidak menyebutkannya. Oleh karena itu, tidak diketahui tanggal pasti dari malam Isro' tersebut." (*Zaadul Ma'ad*, 1/54)

Begitu pula Syaikhul Islam mengatakan, "Adapun melaksanakan perayaan tertentu selain dari hari raya yang disyari'atkan (yaitu idul fithri dan
idul adha, pen) seperti perayaan pada sebagian malam dari bulan Rabi'ul Awwal (yang disebut dengan malam Maulid Nabi), perayaan pada sebagian malam Rojab (perayaan Isro' Mi'roj), hari ke-8 Dzulhijjah, awal Jum'at dari bulan Rojab atau perayaan hari ke-8 Syawal -yang dinamakan orang yang sok pintar (alias bodoh) dengan Idul Abror (ketupat lebaran)-; ini semua adalah bid'ah
yang tidak dianjurkan oleh para salaf (sahabat yang merupakan generasi terbaik umat ini) dan mereka juga tidak pernah melaksanakannya." (*Majmu'
Fatawa*, 25/298)

Ibnul Haaj mengatakan, "Di antara ajaran yang tidak ada tuntunan yang diada-adakan di bulan Rajab adalah perayaan malam Isro' Mi'roj pada tanggal
27 Rajab." (*Al Bida' Al Hawliyah*, 275)

*Catatan penting:*

Banyak tersebar di tengah-tengah kaum muslimin sebuah riwayat dari Anas bin Malik. Beliau mengatakan, "Ketika tiba bulan Rajab, Rasulullah *shallallahu 'alaihi wa sallam* biasa mengucapkan,

*"Allahumma baarik lanaa fii Rojab wa Sya'ban wa ballignaa Romadhon* [Ya Allah, berkahilah kami di bulan Rajab dan Sya'ban dan perjumpakanlah kami
dengan bulan Ramadhan]"."

Hadits ini dikeluarkan oleh Ahmad dalam musnadnya, Ibnu Suniy dalam *'Amalul Yaum wal Lailah*. Namun perlu diketahui bahwa hadits ini adalah *hadits yang lemah (hadits dho'if)* karena di dalamnya ada perowi yang bernama Zaidah bin
Abi Ar Ruqod. Zaidah adalah *munkarul hadits* (banyak keliru dalam meriwayatkan hadits) sehingga hadits ini termasuk hadits dho'if. Hadits ini
dikatakan dho'if (lemah) oleh Ibnu Rajab dalam *Lathoif Ma'arif* (218), Syaikh Al Albani dalam tahqiq *Misykatul Mashobih* (1369), dan Syaikh
Syu'aib Al Arnauth dalam *Takhrij Musnad Imam Ahmad*.

Demikian pembahasan kami mengenai amalan-amalan di bulan Rajab dan beberapa amalan yang keliru yang dilakukan di bulan tersebut. Semoga Allah senantiasa memberi taufik dan hidayah kepada kaum muslimin. Semoga Allah menunjuki kita ke jalan kebenaran.

*Alhamdulillahilladzi bi ni'matihi tatimmush sholihaat. Allahumma sholli 'ala Nabiyyina Muhammad wa 'ala alihi wa shohbihi wa sallam.*

Selesai disusun di Wisma MTI, 5 Rajab 1430 H

***
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel www.muslim.or.id<http://muslim.or.id/fiqh-dan-muamalah/amalan-di-bulan-rajab.html>

Powered by Sinyal Kuat Indosat from My Nokia Phone®

Apakah Istri Harus Mengetahui Semua Persoalan Suami?

Sebuah mahligai rumah tangga tidak pernah lepas dari berbagai macam problematika keluarga yang cenderung menumpuk dan mengkristal, baik datangnya dari pihak suami maupun istri. Penumpukan problem ini bisa menjadi bom waktu yang suatu saat meledak meluluhlantakkan rumah tangga.

Karena itu, usaha maksimal untuk menjinakkan bom permasalahan menjadi sebuah keniscayaan, agar kita tidak mendengar ucapan seseorang , "Aku lebih bahagia saat bujang, daripada keadaanku sekarang setelah menikah".

Untuk mencairkan permasalahan dan menjinakkannya, diperlukan keterbukaan dan
komunikasi intensif dari suami istri, jangan biarkan komunikasi dan keterbukaan suami istri membeku yang akan menyebabkan suami istri menutup diri, tidak terbuka menyampaikan masalahnya kepada pasangannya. Dengan adanya komunikasi suami istri, niscaya akan tercipta keluarga yang harmonis dan beralaskan cinta sejati. Cinta yang bersemi dalam hati, berkembang dalam kata, dan terurai dalam laku.

Komunikasi suami istri dan keterbukaan dalam hidup berumah tangga sangatlah penting, bagaimana tidak? Bukankah hakikat pernikahan adalah sebuah ikatan kerja sama, saling menerima dan memberi, dan saling memberikan hak-hak dan kewajiban-kewajiban? Bukankah ini semua tidak mungkin terlaksana kecuali dengan komunikasi dan keterbukaan suami istri?

Di antara bukti-bukti komunikasi suami istri yang telah dicontohkan oleh para salaf sangatlah banyak. Jika kita membaca sejarah, niscaya kita dapatkan bagaimana para istri mendukung suami dan berdiskusi dengannya.

Sejarah tidak pernah melupakan sikap Khadijah istri Rasulullah ketika beliau mendapati Rasulullah - shollallohu 'alaihi wa sallam - takut dan gemetar saat wahyu datang kepadanya kali pertama, dia tidak mengetahui bahwa yang datang kepadanya itu wahyu dari Allah, Rasulullah - shollallohu 'alaihi wa sallam - saat itu berkata, "Aku takut pada diriku sendiri", kemudian Khadijah menenangkannya, menghiburnya seraya berkata, "Demi Allah, Dia tidak akan menyengsarakanmu, kamu selalu menyambung tali silaturahmi, menyantuni anak yatim, membantu fakir miskin, memuliakan tamu, membantu orang-orang yang tertimpa musibah" (Muttafaqun Alaih)

Jikalau Khadijah tidak membantu suaminya yaitu Rasulullah - shollallohu 'alaihi wa sallam - untuk berbuat baik, niscaya Khadijah tidak berkata apa yang dia katakan, Khadijah membekali suaminya makanan dan minuman ketika menyendiri di gua Hira bermunajat kepada Allah.

Kemudian, Khadijah juga sebaik-baik pembantu bagi Rasulullah setelah diutus menjadi Nabi dalam menghadapi musuh-musuh beliau, sebaik-baik penolong, dan sebaik-baik orang yang membantu Rasulullah - shollallohu 'alaihi wa sallam - untuk tegar dalam memegang kebenaran. Khadijah memberikan hartanya ketika beliau - shollallohu 'alaihi wa sallam - diboikot orang-orang Quraisy, setia mendampingi beliau ketika orang-orang meninggalkannya, dan membenarkannya ketika orang-orang mendustakannya. Oleh karena itu, Allah memberi kabar gembira kepadanya dengan surga, Rasulullah - shollallohu 'alaihi wa sallam - bersabda, "Berilah kabar gembira kepada Khadijah dengan sebuah rumah di surga dari permata, tidak ada keributan dan kelelahan". (Riwayat Turmudzi, dishahihkan oleh al Albani)

Demikian pula sikap istri-istri Nabi lainnya, istri-istri para sahabat, dan istri-istri para salafus shalih, mereka mendampingi suami-suami mereka di parit kebenaran, ikut memikul beban suami, dan ikut berjerih payah untuk menolong agama Allah.

Betapa indah rumah tangga yang dibangun di atas pondasi ketaatan kepada Allah Rabb semesta alam, betapa indah ketika istri membantu suaminya dengan diskusi dan dialog dalam ketaatan dan tidak membantunya dalam kemaksiatan, betapa indah ketika istri menaati suaminya dalam agama Allah. Para istri sekarang ini, harus banyak bercermin kepada istri para salaf, ingatlah ketika salah seorang dari mereka berkata kepada suaminya ketika menghantarkan suaminya yang hendak pergi kerja, dia berkara kepada suaminya:

*"Bertakwalah kepada Allah dalam menjaga kami, jangan beri makan kami dari yang haram, kami bisa sabar karena lapar di dunia dan kami tidak bisa tahan panasnya api neraka di hari kiamat."* (Mafatih Sa'adah Zaujiyah)

Inilah sepenggal contoh bagaimana komunikasi suami istri yang telah dilakukan oleh para salaf. Akan tetapi, apakah keterbukaan suami istri dan komunikasi melazimkan sang istri harus mengetahui semua persoalan suami? Apakah sang istri harus mengkorek semua hal yang dilakukan suami saat pergi atau kerja di luar rumah atau di luar kota?

Untuk menjawab pertanyaan ini, kita harus mengenal persoalan-persoalan rumah tangga yang harus diketahui istri dan persoalan-persoalan rumah tangga yang tidak harus diketahui istri.

PERSOALAN RUMAH TANGGA, HARUS DIKETAHUI ISTRI

Perkara-perkara berkaitan langsung dengan rumah tangga seperti kebutuhan biologis, permasalahan yang sedang menghadang keluarga, perkembangan dan kondisi anak, dan perencanaan-perencanaan penting bagi keluarga untuk ke depannya seperti keuangan, pendidikan anak, dan lain-lain.

Perkara-perkara tersebut adalah perkara yang harus diketahui, saling dipahami, dan saling dimusyawarahkan oleh pasutri. Mereka berdua harus bisa memahami dan menghargai beratnya tanggung jawab yang dipikul di pundak mereka. Karena pernikahan itu, membutuhkan dua pasangan yang memiliki kecocokan dan yang telah matang pemikirannya. Bukan pasangan yang bermental anak kecil, karena hakikat pernikahan adalah membina keluarga dan penunaian tanggung jawab yang tidak ringan.

Betapa banyak pernikahan yang berakhir dengan kegagalan, karena kedua pasangan tidak memiliki tanggung jawab, masing-masing pasangan hanya ingin mencari ganti atas kekurangan yang selama ini dia rasakan sebelum menikah, mereka bermental anak kecil, tidak menghargai beratnya tanggung jawab yang dipikul oleh pundak mereka.

Dalam sebuah hadits disebutkan, "Ketahuilah, setiap diri dari kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggung jawaban atas apa yang dia pimpin, seorang lelaki adalah pemimpin bagi keluarganya dan dia bertanggung jawab atas keluarganya, seorang istri bertanggung jawab atas rumah suaminya dan anak-anaknya, dan dia akan dimintai pertanggung jawaban atas mereka." (Muttafaqun 'Alaih)

PERSOALAN-PERSOALAN YANG TIDAK WAJIB DIKETAHUI ISTRI

Persoalan-persoalan khusus suami yang tidak berkaitan dengan urusan rumah tangga, seperti perincian urusan kerja suami dan aktivitas seperti dakwah dan lainnya yang tidak mengganggu dan tidak mengusik ketenangan dan ketenteraman rumah tangga, dan tidak mengurangi kewajibannya dia dalam memenuhi hak-hak istri, sang istri tidak berkewajiban mengetahui dan mengorek atau mewancarai dengan seabrek pertanyaan kepada suami.

Tidak wajibnya bagi sang istri mengetahui persoalan-persoalan itu, bukan berarti istri tidak boleh mengetahuinya sama sekali. Akan tetapi, sang suami harus bisa melihat kondisi istrinya, apakah sang istri bisa membantunya mencari solusi atau tidak? Jika bisa, maka tidak ada halangan bagi suami untuk mengajak istri berdiskusi dalam persoalan-persoalan khususnya. Demikian pula sang istri, dia harus bisa memahami kondisi suami yang sedang terhimpit persoalan atau tidak, kemudian dia berusaha meringankan beban dan persoalan yang sedang menghimpit suami.

Coba diperhatikan, bagaimana Rasulullah mengajak diskusi istrinya Ummu Salamah - rodhiyallohu 'anha - saat para sahabat tidak mengindahkan perintahnya ketika beliau - shollallohu 'alaihi wa sallam - memerintahkan mereka untuk menyembelih hewan dan mencukur rambut setelah perjanjian Hudaibiyah. Ummu Salamah pun berkata kepada Rasulullah - shollallohu 'alaihi wa sallam - , "Wahai Nabi Allah, apakah engkau senang hal ini? Sekarang temui mereka dan jangan ajak bicara mereka meskipun sepatah kata hingga engkau menyembelih hewan sembelihanmu dan engkau memanggil orang yang mencukur rambutmu." Lalu Rasulullah menemui para sahabat, tidak mengajak bicara mereka dan beliau menyembelih hewan sembelihannya dan mencukur rambutnya, akhirnya para sahabat pun mengikuti apa yang dilakukan Rasulullah - shollallohu 'alaihi wa sallam -. (Irwa'ul Ghalil)

Ibnu Hajar berkomentar, "Hadits ini menunjukkan keutamaan musyawarah, perkataan jika dibarengi perbuatan itu lebih berbekas daripada perkataan saja, dan bolehnya mengajak istri bermusyawarah".

PANGKAL MALAPETAKA RUMAH TANGGA

Telah disebutkan bahwa istri tidak harus mengetahui semua persoalan suami, Karena itu, iika ada wanita yang selalu mengawasi gerak-gerik suaminya karena ketidakpercayaannya, maka pernikahan seseorang tidak akan berjalan mulus, bahkan yang muncul adalah kegelisahan, kecurigaan, tidak pernah merasa tenteram, dan sebagainya. Pada akhirnya, pasutri akan saling menyalahkan dan menuduh, semuanya terlahir dari sikap suka berprasangka buruk. Karenanya, salah satu unsur pokok dalam membina rumah tangga adalah rasa saling percaya dan tidak saling berprasangka buruk.

Seorang istri harus memahami keinginan pasangan, yaitu dengan memenuhi kecenderungan, keinginan, kesenangan pasangan tanpa celaan atau tindakan perlawanan terhadap keinginan pasangan, selama dalam koridor syariat. Karena suami terkadang membutuhkan waktu sejenak untuk menyendiri atau sekadar berkumpul dengan teman-temannya. Ini adalah kebutuhan alami setiap lelaki, tidak ada perbedaan antara satu lelaki dengan lainnya, para ahli psikolog menyatakan bahwa seorang suami terkadang lebih mengutamakan berada jauh sementara dari istri, hingga timbul rasa kangen kepada istrinya.

Oleh karena itu, wahai para istri, janganlah kamu menjadi batu penghalang jalan suamimu untuk memenuhi keinginannya dan kesenangannya selama dalam batasan syariat. Janganlah kamu belenggu kebebasan suamimu dengan banyak tanya dan wawancara rumit, agar suamimu tidak merasa terbelenggu sehingga benci hidup denganmu, karena seorang suami tidak suka sikap seperti itu, tidak suka merasa dirinya terbelenggu, tidak suka kalau istrinya selalu ingin bersamanya setiap saat, atau tidak suka kalau istrinya selalu curiga dengan pertanyaan-pertanyaan tiada habisnya.

(Ditulis oleh: Ust. Agus Abu Aufa)
http://majalahsakinah.com/2010/06/18/apakah-istri-harus-mengetahui-semua-persoalan-suami/

Sebelumnya telah di posting oleh Mba Nur Ihsan melalui milis shalihah.

-Ummu 'Aisyah-

Powered by Sinyal Kuat Indosat from My Nokia Phone®

Rabu, 23 Juni 2010

Kisah "Gadis Kecil Yang Sholihah"

Friday, September 25, 2009 at 2:42am

Aku akan meriwayatkan kepada anda kisah yang sangat berkesan ini, seakan-akan anda mendengarnya langsung dari lisan ibunya. Berkatalah ibu gadis kecil tersebut:

Saat aku mengandung putriku, Afnan, ayahku melihat sebuah mimpi di dalam tidurnya. Ia melihat banyak buruk pipit yang terbang di angkasa. Di antara burung-burung tersebut terdapat seekor merpati putih yang sangat cantik, terbang jauh meninggi ke langit. Maka aku bertanya kepada ayah tentang tafsir dari mimpi tersebut. Maka ia mengabarkan kepadaku bahwa burung-burung pipit tersebut adalah anak-anakku, dan sesungguhnya aku akan melahirkan seorang gadis yang bertakwa. Ia tidak menyempurnakan tafsirnya, sementara akupun tidak meminta tafsir tentang takwil mimpi tersebut.

Setelah itu aku melahirkan putriku, Afnan. Ternyata dia benar-benar seorang gadis yang bertakwa. Aku melihatnya sebagai seorang wanita yang shalihah sejak kecil. Dia tidak pernah mau mengenakan celana, tidak juga mengenakan pakaian pendek, dia akan menolak dengan keras, padahal dia masih kecil. Jika aku mengenakan rok pendek padanya, maka ia mengenakan celana panjang di balik rok tersebut.

Afnan senantiasa menjauh dari segenap perkara yang membuat murka Allah. Setelah dia menduduki kelas 4 SD, dia semakin menjauh dari segenap perkara yang membuat murka Allah. Dia menolak pergi ke tempat-tempat permainan, atau ke pesta-pesta walimah. Dia adalah seorang gadis yang berpegang teguh dengan agamanya, sangat cemburu di atasnya, menjaga shalat-shalatnya, dan sunnah-sunnahnya. Tatkala dia sampai SMP mulailah dia berdakwah kepada agama Allah. Dia tidak pernah melihat sebuah kemungkaran kecuali dia mengingkarinya, dan memerintah kepada yang ma'ruf dan senantiasa menjaga hijabnya.

Permulaan dakwahnya kepada agama Allah adalah permulaan masuk Islamnya pembantu kami yang berkebangsaan Srilangka.

Ibu Afnan melanjutkan ceritanya:
Tatkala aku mengandung putraku, Abdullah, aku terpaksa mempekerjakan seorang pembantu untuk merawatnya saat kepergianku, karena aku adalah seorang karyawan. Ia beragama Nashrani. Setelah Afnan mengetahui bahwa pembantu tersebut tidak muslimah, dia marah dan mendatangiku seraya berkata: "Wahai ummi, bagaimana dia akan menyentuh pakaian-pakaian kita, mencuci piring-piring kita, dan merawat adikku, sementara dia adalah wanita kafir?! Aku siap meninggalkan sekolah, dan melayani kalian selama 24 jam, dan jangan menjadikan wanita kafir sebagai pembantu kita!!"

Aku tidak memperdulikannya, karena memang kebutuhanku terhadap pembantu tersebut amat mendesak. Hanya dua bulan setelah itu, pembantu tersebut mendatangiku dengan penuh kegembiraan seraya berkata: "Mama aku sekarang menjadi seorang muslimah, karena jasa Afnan yang terus mendakwahiku. Dia telah mengajarkan kepadaku tentang Islam." Maka akupun sangat bergembira mendengar kabar baik ini.

Saat Afnan duduk di kelas 3 SMP, pamannya memintanya hadir dalam pesta pernikahannya. Dia memaksa Afnan untuk hadir, jika tidak maka dia tidak akan ridha kepadanya sepanjang hidupnya. Akhirnya Afnan menyetujui permintaannya setelah ia mendesak dengan sangat, dan juga karena Afnan sangat mencintai pamannya tersebut.

Afnan bersiap untuk mendatangi pernikahan itu. Dia mengenakan sebuah gaun yang menutupi seluruh tubuhnya. Dia adalah seorang gadis yang sangat cantik. Setiap orang yang melihatnya akan terkagum-kagum dengan kecantikannya. Semua orang kagum dan bertanya-tanya, siapa gadis ini? Mengapa engkau menyembunyikannya dari kami selama ini?

Setelah menghadiri pernikahan pamannya, Afnan terserang kanker tanpa kami ketahui. Dia merasakan sakit yang teramat sakit pada kakinya. Dia menyembunyikan rasa sakit tersebut dan berkata: "Sakit ringan di kakiku." Sebulan setelah itu dia menjadi pincang, saat kami bertanya kepadanya, dia menjawab: "Sakit ringan, akan segera hilang insya Allah." Setelah itu dia tidak mampu lagi berjalan. Kamipun membawanya ke rumah sakit.

Selesailah pemeriksaan dan diagnosa yang sudah semestinya. Di dalam salah satu ruangan di rumah sakit tersebut, sang dokter berkebangsaan Turki mengumpulkanku, ayahnya, dan pamannya. Hadir pula pada saat itu seorang penerjemah, dan seorang perawat yang bukan muslim. Sementara Afnan berbaring di atas ranjang.

Dokter mengabarkan kepada kami bahwa Afnan terserang kanker di kakinya, dan dia akan memberikan 3 suntikan kimiawi yang akan merontokkan seluruh rambut dan alisnya. Akupun terkejut dengan kabar ini. Kami duduk menangis. Adapun Afnan, saat dia mengetahui kabar tersebut dia sangat bergembira dan berkata "Alhamdulillah... alhamdulillah... alhamdulillah." Akupun mendekatkan dia di dadaku sementara aku dalam keadaan menangis. Dia berkata: "Wahai ummi, alhamdulillah, musibah ini hanya menimpaku, bukan menimpa agamaku."

Diapun bertahmid memuji Allah dengan suara keras, sementara semua orang melihat kepadanya dengan tercengang!!

Aku merasa diriku kecil, sementara aku melihat gadis kecilku ini dengan kekuatan imannya dan aku dengan kelemahan imanku. Setiap orang yang bersama kami sangat terkesan dengan kejadian ini dan kekuatan imannya. Adapun penerjemah dan para perawat, merekapun menyatakan keislamannya!!

Berikutnya adalah perjalanan dia untuk berobat dan berdakwah kepada Allah.

Sebelum Afnan memulai pengobatan dengan bahan-bahan kimia, pamannya meminta akan menghadirkan gunting untuk memotong rambutnya sebelum rontok karena pengobatan. Diapun menolak dengan keras. Aku mencoba untuk memberinya pengertian agar memenuhi keinginan pamannya, akan tetapi dia menolak dan bersikukuh seraya berkata: "Aku tidak ingin terhalangi dari pahala bergugurannya setiap helai rambut dari kepalaku."

Kami (aku, suami dan Afnan) pergi untuk pertama kalinya ke Amerika dengan pesawat terbang. Saat kami sampai di sana, kami disambut oleh seorang dokter wanita Amerika yang sebelumnya pernah bekerja di Saudi selama 15 tahun. Dia bisa berbicara bahasa Arab. Saat Afnan melihatnya, dia bertanya kepadanya: "Apakah engkau seorang muslimah?" Dia menjawab: "Tidak."

Afnanpun meminta kepadanya untuk mau pergi bersamanya menuju ke sebuah kamar kosong. Dokter wanita itupun membawanya ke salah satu ruangan. Setelah itu dokter wanita itu kemudian mendatangiku sementara kedua matanya telah terpenuhi linangan air mata. Dia mengatakan bahwa sesungguhnya sejak 15 tahun dia di Saudi, tidak pernah seorangpun mengajaknya kepada Islam. dan di sini datang seorang gadis kecil yang mendakwahinya. Akhirnya dia masuk Islam melalui tangannya.

Di Amerika, mereka mengabarkan bahwa tidak ada obat baginya kecuali mengamputasi kakinya,karena dikhawatirkan kanker tersebut akan menyebar sampai ke paru-paru dan akan memarikannya akan tetapi Afnan sama sekali tidak takut terhadap amputasi, yang dia khawatirkan adalah perasaan kedua orangtuanya.

PAda suatu hari Afnan berbicara dengan salah satu temanku melalui Messenger. Afnan bertanya kepadanya: "Bagaimana menurut pendapatmu, apakah aku akan menyetujui mereka untuk mengamputasi kakiku?" Maka dia mencoba untuk menenangkannya, dan bahwa mungkin kaki palsu sebagai gantinya. Maka Afnan menjawab dengan satu kalimat: "Aku tidak memperdulikan kakiku, yang aku inginkan adalah mereka meletakkanku di dalam kuburku sementara aku dalam keadaan sempurna. " Temanku tersebut berkata: "Sesungguhnya setelah jawaban Afnan, aku merasa kecil di hadapan Afnan, Aku tidak memahami sesuatupun, seluruh pikiranku saat itu tertuju kepada bagaimana dia nanti akan hidup, sedangkan fikirannya lebih tinggi dari itu, yaitu bagaimana nanti dia akan mati."

Kamipun kembali ke Saudi setelah kami amputasi kaki Afnan, dan tiba-tiba kanker telah menyerang paru-paru!!

Keadaannya sungguh membuat putus asa, karena mereka meletakkannya di atas ranjang, dan disisinya terdapat sebuah tombol. Hanya dengan menekan tombol tersebut maka dia akan tersuntik dengan jarum bius dan jarum infus.

Di rumah sakit tidak terdengar suara adzan dan keadaannya seperti orang yang koma. Tetapi hanya dengan masuknya waktu shalat dia terbangun dari komanya, kemudian meminta air, kemudian wudhu dan shalat, tanpa ada seorangpun yang membangunkannya!!

Di hari-hari terakhir Afnan, para dokter mangabari kami bahwa tidak ada gunanya lagi ia di rumah sakit. Sehari atau dua hari lagi dia akan meninggal. Aku ingin dia menghabiskan hari-hari terakhirnya di rumah ibuku.

Di rumah, dia tidur di sebuah kamar kecil. Aku duduk di sisinya dan berbicara dengannya.

Pada suatu hari, istri pamannya datang menjenguk. Aku katakan bahwa dia berada di dalam kamar sedang tidur. Ketika dia masuk ke dalam kamar, dia terkejut kemudian menutup pintu. Akupun terkejut dan khawatir terjadi sesuatu pada Afnan. Maka aku bertanya kepadanya, tetapi dia tidak menjawab. Maka aku tidak mampu lagi menguasai diri, akupun pergi kepadanya. Saat aku membuka kamar, apa yang kulihat membuatku tercengang. Saat itu lampu dalam keadaan dimatikan, sementara wajah Afnan memancarkan cahaya di tengah kegelapan malam. Dia melihat kepadaku kemudian tersenyum.
Dia berkata: "Ummi kemarilah, aku mau menceritakan sebuah mimpi yang telah kulihat."
Kukatakan: "(Mimpi) yang baik Insya Allah. "

Dia berkata: "Aku melihat diriku sebagai pengantin di hari pernikahanku, aku mengenakan gaun berwarna putih yang lebar. Engkau dan keluargaku, kalian semua berada disekelilingku. Semuanya berbahagia dengan pernikahanku, kecuali engkau ummi."

Akupun bertanya kepadanya: "Bagaimana menurutmu tentang tafsir mimpimu tersebut."

Dia menjawab: "Aku menyangka, bahwasanya aku akan meninggal, dan mereka semua akan melupakanku, dan hidup dalam kehidupan mereka dalam keadaan berbahagia kecuali engkau ummi. Engkau terus mengingatku, dan bersedih atas perpisahanku."

Benarlah apa yang dikatakan Afnan. Aku sekarang ini, saat aku menceritakan kisah ini, aku menahan sesuatu yang membakar dari dalam diriku, setiap kali aku mengingatnya, akupun bersedih atasnya.

Pada suatu hari, aku duduk dekat dengan Afnan, aku dan ibuku. Saat itu Afnan berbaring diatas ranjangnya kemudian dia terbangun. Dia berkata: "Ummi, mendekatlah kepadaku, aku ingin menciummu." Maka diapun menciumku. Kemudian dia berkata: "Aku ingin mencium pipimu yang kedua ." Akupun mendekat kepadanya, dan dia menciumku, kemudian kembali berbaring di atas ranjangnya. Ibuku berkata kepadanya: "Afnan, ucapkanlah la ilaaha illallah."

Kemudian dia menghadapkan wajah ke arah qiblat dan berkata: "Asyhadu allaa ilaaha illallaah." Dia mengucapkannya sebanyak 10 kali. Kemudian dia berkata: "Asyhadu allaa ilaaha illallahu wa asyhadu anna muhammadan rasuulullaah." Dan kelurlah rohnya.

Maka kamar tempat dia meninggal di dalamnya dipenuhi oleh aroma minyak kesturi selama 4 hari. Aku tidak mampu untuk tabah, kelurgaku takut akan terjadi sesuatu terhadap diriku. Maka merekapun meminyaki kamar tersebut dengan aroma lain sehingga aku tidak bisa lagi mencium aroma Afnan. Dan tidak ada yang aku katakan kecuali alhamdulillah rabbil 'aalamin.

Majalah Qiblati edisi 04 tahun III 01-2008/12-1428

Powered by Sinyal Kuat Indosat from My Nokia Phone®

Senin, 21 Juni 2010

Wujud Syukur terhadap Suami

Bersyukur pada suami bisa diwujudkan dengan beberapa macam. Sudahkah anda melakukannya?

Banyak wanita kurang bersyukur dan tidak mengerti balas budi, sehingga beranggapan bahwa hidup mulia dan bahagia hanya bila terpenuhi semua tuntutan dan keinginannya. Jika hal itu tidak terpenuhi maka ia akan berontak dan memaki-maki, serta merasa menjadi orang paling malang di dunia. Yang demikian itu seperti gambaran nyata calon wanita penghuni neraka. Seperti yang disebutkan dalam sabda Nabi shollallohu 'alaihi wa sallam,

"Saya melihat neraka yang tidak pernah aku lihat seperti hari ini. Dan saya melihat penghuni terbanyak dari kalangan wanita." Mereka (para sahabat) bertanya, "Kenapa wahai Rasulullah?" Beliau bersabda, "Karena pengingkaran mereka." Beliau ditanya, "Apakah karena ingkar kepada Allah?" Beliau bersabda, "Mereka membangkang dan mengingkari kebaikan suami. Jika engkau berbuat baik kepada salah seorang di antara mereka sepanjang tahun, lalu ia melihat darimu sesuatu (yang tidak disukai), maka ia berkata, 'Saya belum pernah melihat darimu kebaikan sama sekali.'" (Riwayat Bukhari)

Terkadang istri membuat suami lalai dan patah semangat. Sering pula ia teledor terhadap hak-hak suaminya. Bahkan tidak jarang wanita suka menghina dan merendahkan suami, baik dari sisi penampilan, pekerjaan, profesi, atau ilmunya.

Seharusnya, yang seperti itu sebisa mungkin dijauhi oleh para istri shalihah. Sesungguhnya, memiliki suami itu sudah menjadi keberuntungan bagi seorang wanita, mengingat tidak sebandingnya jumlah laki-laki dan wanita dewasa ini. Karena itu, setiap wanita yang bersuami, selayaknya bersyukur. Memang, mensyukuri hal itu terkadang terasa sangat berat, terutama bila seorang istri hanya mengingat kekurangan dan kejelekan suami. Namun, cukuplah hadits Rasulullah shollallohu 'alaihi wa sallam di atas menjadi peringatan bagi para istri. Pintu neraka akan terbuka lebar-lebar bagi para istri yang mengingkari kebaikan suami.

BENTUK SYUKUR PADA SUAMI

Syukur pada suami, bisa direalisasikan dalam berbagai hal, di antaranya:

1. Mencintainya sepenuh hati

Cintailah suami apa adanya. Jangan bandingkan dia dengan laki-laki lain. Bagaimanapun juga, Allah ta'ala telah menakdirkan dia menjadi jodoh Anda. Pupuklah cinta itu agar terus tumbuh subur di hati Anda.

2. Menghormati dan menghargai

Suami Anda adalah pemimpin di rumah Anda. Maka hormati dan hargailah dia. Jangan pernah menyepelekannya, atau merendahkan harga dirinya.

3. Selalu taat dan berbakti

Ketaatan pada suami adalah yang utama, setelah ketaatan pada Allah dan Rasul-Nya shollallohu 'alaihi wa sallam. Seorang istri wajib menaati suaminya, sepanjang tidak menyelisihi aturan syariat.

4. Amanah

Istri yang amanah, akan membuat suami merasa aman. Ia bisa menjaga rahasianya, serta menjaga rumah dan hartanya saat dia pergi.

5. Memuliakan orang tua dan keluarganya

Orang tua suami Anda, telah menjadi orang tua Anda juga. Mereka telah mengikhlaskan anak lelakinya menjadi suami Anda. Maka muliakanlah mereka. Muliakan pula keluarga besar suami yang lainnya. Pergauli mereka dengan santun. Insyaallah dengan begitu mereka pun akan bersikap demikian terhadap Anda.

6. Menjaga lisan agar jangan sampai menyakiti

Seorang istri harus pandai menjaga lisannya, agar jangan sampai menyakiti hati suaminya. Seorang lelaki bisa sangat peka, terutama bila tersinggung soal harga dirinya. Kalau sampai dia marah dan meninggalkan Anda, maka Anda sendiri yang akan rugi.

7. Merawat dan mendidik anak-anaknya dengan baik

Anak-anaknya adalah anak-anak Anda juga. Rawat dan didiklah mereka dengan sebaik-baiknya. Ketika masih kecil, mungkin mereka sangat merepotkan. Akan tetapi, bersabarlah. Bisa jadi anak-anak itu akan ganti merawat Anda berdua di hari tua nanti. Jangan lupa pula, doa anak shalih bisa menjadi pemberat timbangan amal kita, dan akan terus mengalirkan pahala meski kita sudah berkalang tanah. Karena itu, usahakanlah untuk mendidik anak-anak agar menjadi mukmin sejati yang shalih dan shalihah.

8. Mengingatkan kalau dia salah

Suami juga manusia. Ia juga tak luput dari kesalahan dan kekhilafan. Pilihlah kata-kata yang lembut untuk mengingatkan suami bila ia sedang khilaf. Jangan marah jika ia tak mau mengakui kesalahannya, atau hanya diam dan tak meminta maaf. Terkadang, egonya memang menahannya untuk mengakui kesalahannya atau meminta maaf, namun sebenarnya dalam hati ia mengakuinya.

9. Lebih banyak mengingat kebaikannya, memaafkan kesalahannya, dan bersabar terhadap kekurangannya.

Janganlah membencinya karena ia memiliki sifat buruk yang tak kita sukai. Bagaimanapun juga, ia pun pasti memiliki banyak sifat baik yang kita sukai. Maafkan kalau dia bersalah atau bersikap kasar. Husnuzhzhan sajalah. Barangkali ia bersikap demikian karena sedang kelelahan karena banyak pekerjaan.

10. Mendorong dan menghiburnya ketika susah

Seorang istri yang mencintai suaminya, tidak hanya setia saat suaminya bersuka cita. Ia pun setia mendampingi di saat suaminya berduka atau ditimpa kesusahan. Istri yang baik akan berusaha menghiburnya, dan mendorongnya untuk kembali bersemangat. Para istri bisa belajar dari Ummul Mukminin Khadijah x, yang berusaha menghibur dan menenangkan hati Rasulullah shollallohu 'alaihi wa sallam ketika pertama kali menerima wahyu di gua Hira'.

11. Menyenangkan hatinya

Istri shalihah akan berusaha untuk selalu menyenangkan hati suaminya. Ia akan menjaga penampilannya di hadapan suami. Juga menjaga agar suaminya tidak melihat sesuatu yang kurang menyenangkan pada dirinya, maupun pada rumah dan anak-anaknya. Ia akan selalu menjaga diri, anak-anak dan lingkungannya agar bersih dan rapi. Selain itu, menyenangkan suami juga bisa dilakukan dengan menghidangkan masakan yang lezat untuknya, serta memberikan servis yang memuaskan di ranjang.

12. Jangan membenci dan meninggalkannya di saat orang lain berbuat demikian.

Suami kadang diuji dalam pekerjaannya. Misalnya usahanya bangkrut, dan orang-orang yang dulu menjalin hubungan kerja sama dengannya, banyak yang meninggalkannya. Bisa juga ia diuji dengan suatu penyakit yang cukup parah, sehingga banyak orang meninggalkannya, sebagaimana yang dialami Nabi Ayyub 'alaihis salam. Seorang istri yang baik dan setia, akan tetap menemaninya, dan tidak meninggalkannya di saat orang lain berbuat demikian terhadapnya.

13. Meladeni/melayaninya sampai hal-hal kecil.

Layanilah suami sampai pada hal-hal kecil. Misalnya menyiapkan pakaiannya atau mengambilkan makan dan minumnya.

14. Bersikap qana'ah, berterima kasih dan mensyukuri pemberiannya.

Jangan bersikap "ada uang abang disayang, tak ada uang abang ditendang". Banyak-banyaklah bersyukur, karena bila kita bersyukur maka Allah l akan menambah nikmat-Nya. Jangan kufur nikmat. Lihatlah ke bawah. Betapa banyak orang yang hidupnya jauh lebih susah dibandingkan kita.

15. Jauhi cemburu buta

Cemburu adalah tanda cinta. Namun, cemburu yang baik adalah cemburu yang disertai keraguan. Cemburu buta malah bisa merusak ikatan cinta kasih di antara Anda berdua. Bagaimanapun juga, dalam cinta, ada kepercayaan. Karena itu, boleh saja cemburu, tapi jangan menuduh suami sembarangan, misalnya telah berbuat serong dan sebagainya. Apalagi jika Anda tidak memiliki bukti yang kuat.

Powered by Sinyal Kuat Indosat from My Nokia Phone®

Saudariku... Kuingin Meraih Surga Bersamamu.

Penulis: Ummu Ziyad

Memakai jilbab, untuk saat ini dan di negara ini, bukanlah berarti sebuah pengilmuan akan agama. Dulu aku pernah beranggapan bahwa seorang yang memakai jilbab adalah orang yang akan berusaha mempertahankan jilbabnya disebabkan proses pemakaian jilbab itu sendiri membutuhkan pergulatan di hati yang membuncah-buncah dan penuh derai air mata. Tapi sayangnya, makin bertambah usiaku, maka berubah pula anggapan itu disebabkan berbagai kenyataan yang kutemui.

Aku baru menyadari ada sebagian wanita yang menggunakan jilbab hanya karena sekedar disuruh atau diwajibkan oleh orang tua, tempat belajar atau tempatnya bekerja. Jika telah keluar dari 'aturan' itu, maka lepas pula jilbab yang menutupi kepalanya. Mungkin karena itulah kain-kain itu tidak menutup secara benar kepala dan dada mereka.

Sebagian lagi, memakai jilbab karena pada saat itu, jilbab terasa pas untuk dipakai dan lebih menimbulkan kesan 'gaya' dan kereligiusan agama. Apalagi jika diberi pernak-pernik di sana-sini. Jilbab yang seharusnya menutup keindahan wanita tersebut malah justru menambah keindahan itu sendiri. Ditambah lagi kesan agamis yang terasa nyaman di hati.

Aku juga pernah berpikir dan bertanya-tanya, bahwa orang-orang memakai cadar dan berjilbab lebar apakah tidak kepanasan dengan seluruh atributnya? Apakah tidak repot jika hendak keluar dimana mereka harus memakai seluruh kain panjang tersebut? Mulai dari baju, jilbab yang lebar, masih harus ditambah memakai kaus kaki! Ah! Dan di balik jilbab itu, ternyata masih ada jilbab lagi! Dan. apakah mereka bisa melihat dari balik cadar yang menutup matanya?

Untuk yang satu ini, waktu tidak cukup untuk menjawab semua pertanyaan itu. Karena butuh pengetahuan lain yang merasuk ke dalam hati untuk mendapatkan jawabannya. Pengetahuan akan indahnya Islam dengan segala pengaturan yang diberikan oleh Allah. Pengetahuan akan surga yang begitu indah dan damai dengan segala kenikmatannya. Pengetahuan bahwa surga tidak akan tercium oleh wanita yang mengumbar-umbar aurat di depan khalayak. Pengetahuan bahwa penghuni neraka yang paling banyak adalah wanita. Ternyata kerepotan itu bukanlah kerepotan, melainkan sebuah usaha. Usaha dari seorang wanita muslimah untuk menggapai surga-Nya. Untuk bersanding dengan suaminya ditemani dengan bidadari cantik lainnya. Panas dari jilbab itu bukanlah rasa panas yang menyesakkan pikiran dan dada. Akan tetapi hanya sepercik penguji jiwa yang dapat meluruhkan dosa-dosa kecil dari seorang insan wanita. Bukankah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mengatakan bahwa setiap kesusahan yang dialami muslim merupakan peluruh bagi dosa-dosanya.

Maka. hatiku kini pedih. Ketika kemarin melihat saudariku yang lain, seiring dengan berjalannya waktu, kini telah membuka jilbabnya. Sempat kutanyakan, "Di mana jilbabnya?"

Ia menjawab, "Tidak sempat kupakai."

Aih. waktu kutanyakan itu, memang pada saat dimana orang-orang sibuk menyelamatkan dirinya dikarenakan bencana alam. Aku hanya terdiam mendengar jawaban itu. Ah. mungkin karena sangat terkejutnya sehingga tidak sempat berbalik lagi untuk mengambil jilbab.

Tapi hari ini. kutemukan dia sudah menanggalkan jilbabnya. Bahkan tak tersisa sedikitpun jejak bahwa ia pernah memakai jilbab. Kini ia telah bercelana pendek dengan pakaian yang pendek pula. Sesak rasanya dada ini. Tetapi belum ada daya dari diriku untuk bertanya lagi tentang sebuah kain yang menutupi kepala dan dadanya. Masih tersisa di benakku, jika seseorang yang menggunakan jilbab melepas jilbabnya. maka habislah sudah. karena perenungan dan pergulatan hati itu kini telah dikalahkan oleh hawa nafsu. Perenungan yang pernah mendapatkan kemenangan dengan dikenakannya jilbab itu kini justru bahkan tak mau diingat. Hanya kepada Allah-lah aku mengadu dan memohonkan hidayah itu agar tetap ada bersamaku dan kembali ditunjukkan kepadanya.

Saudariku. kuingin meraih surga bersamamu. Maka, saat ini aku hanya bisa berdoa. Semoga kita bertemu di surga kelak.

sumber http://muslimah.or.id/akhlak-dan-nasehat/saudariku-kuingin-meraih-surga-bersamamu.html<Photo 2>

Powered by Sinyal Kuat Indosat from My Nokia Phone®

Asiyah, Wanita yang Ditampakkan Surga Untuknya

Penulis: Ummu Uwais Herlani Clara Sidi Pratiwi Muraja’ah: ustadz Abu Ukkasyah Aris Munandar Wanita, sosok lemah dan tak berdaya yang terbayangkan. Dengan lemahnya fisik, Allah tidak membebankan tanggung jawab nafkah di pundak wanita, memberi banyak keringanan dalam ibadah dan perkara lainnya. Mereka adalah sosok yang mudah mengeluh dan tidak tahan dengan beban yang menghimpitnya. Dengan kebengkokannya sehingga Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk bersikap lembut dan banyak mewasiatkan agar bersikap baik kepadanya. Oleh karena itu, tidak mengherankan kiranya jika Allah Tabaroka wa Ta’ala dengan segala hikmah-Nya mengamanahkan kaum wanita kepada kaum laki-laki. Namun, kelemahan itu tak harus melunturkan keteguhan iman. Sebagaimana keteguhan salah seorang putri, istri dari seorang suami yang menjadi musuh Allah Rabb alam semesta. Seorang suami yang angkuh atas kekuasaan yang ada di tangannya, yang dusta lagi kufur kepada Rabbnya. Putri yang akhirnya harus disiksa oleh tangan suaminya sendiri, yang disiksa karena keimanannya kepada Allah Dzat Yang Maha Tinggi. Dialah Asiyah binti Muzahim, istri Fir’aun. Ketika mengetahui keimanan istrinya kepada Allah, maka murkalah Fir’aun. Dengan keimanan dan keteguhan hati, wanita shalihah tersebut tidak goyah pendiriaannya, meski mendapat ancaman dan siksaan dari suaminya. Kemudian keluarlah sang suami yang dzalim ini kepada kaumnya dan berkata pada mereka, “Apa yang kalian ketahui tentang Asiyah binti Muzahaim?” Mereka menyanjungnya.Lalu Fir’aun berkata lagi kepada mereka,“Sesungguhnya dia menyembah Tuhan selainku.” Berkatalah mereka kepadanya,“Bunuhlah dia!” Alangkah beratnya ujian wanita ini, disiksa oleh suaminya sendiri. Dimulailah siksaan itu, Fir’aun pun memerintahkan para algojonya untuk memasang tonggak. Diikatlah kedua tangan dan kaki Asiyah pada tonggak tersebut, kemudian dibawanya wanita tersebut di bawah sengatan terik matahari. Belum cukup sampai disitu siksaan yang ditimpakan suaminya. Kedua tangan dan kaki Asiyah dipaku dan di atas punggungnya diletakkan batu yang besar. Subhanallah…saudariku, mampukah kita menghadapi siksaan semacam itu? Siksaan yang lebih layak ditimpakan kepada seorang laki-laki yang lebih kuat secara fisik dan bukan ditimpakan atas diri wanita yang bertubuh lemah tak berdaya. Siksaan yang apabila ditimpakan atas wanita sekarang, mugkin akan lebih memilih menyerah daripada mengalami siksaan semacam itu. Namun, akankah siksaan itu menggeser keteguhan hati Asiyah walau sekejap? Sungguh siksaan itu tak sedikitpun mampu menggeser keimanan wanita mulia itu. Akan tetapi, siksaan-siksaan itu justru semakin menguatkan keimanannya. Iman yang berangkat dari hati yang tulus, apapun yang menimpanya tidak sebanding dengan harapan atas apa yang dijanjikan di sisi Allah Tabaroka wa Ta’ala. Maka Allah pun tidak menyia-nyiakan keteguhan iman wanita ini. Ketika Fir’aun dan algojonya meninggalkan Asiyah, para malaikat pun datang menaunginya. Di tengah beratnya siksaan yang menimpanya, wanita mulia ini senantiasa berdo’a memohon untuk dibuatkan rumah di surga. Allah mengabulkan doa Asiyah, maka disingkaplah hijab dan ia melihat rumahnya yang dibangun di dalam surga. Diabadikanlah doa wanita mulia ini di dalam al-Qur’an, “Ya Rabbku, bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam surga dan selamatkanlah aku dari Fir’aun dan perbuatannya dan selamatkan aku dari kaum yang dzalim.” (Qs. At-Tahrim:11) Ketika melihat rumahnya di surga dibangun, maka berbahagialah wanita mulia ini. Semakin hari semakin kuat kerinduan hatinya untuk memasukinya. Ia tak peduli lagi dengan siksaan Fir’aun dan algojonya. Ia malah tersenyum gembira yang membuat Fir’aun bingung dan terheran-heran. Bagaimana mungkin orang yang disiksa akan tetapi malah tertawa riang? Sungguh terasa aneh semua itu baginya. Jika seandainya apa yang dilihat wanita ini ditampakkan juga padanya, maka kekuasaan dan kerajaannya tidak ada apa-apanya. Maka tibalah saat-saat terakhir di dunia. Allah mencabut jiwa suci wanita shalihah ini dan menaikkannya menuju rahmat dan keridhaan-Nya. Berakhir sudah penderitaan dan siksaan dunia, siksaan dari suami yang tak berperikemanusiaan. Saudariku..tidakkah kita iri dengan kedudukan wanita mulia ini? Apakah kita tidak menginginkan kedudukan itu? Kedudukan tertinggi di sisi Allah Yang Maha Tinggi. Akan tetapi adakah kita telah berbuat amal untuk meraih kemuliaan itu? Kemuliaan yang hanya bisa diraih dengan amal shalih dan pengorbanan. Tidak ada kemuliaan diraih dengan memanjakan diri dan kemewahan. Saudariku..tidakkah kita menjadikan Asiyah sebagai teladan hidup kita untuk meraih kemuliaan itu? Apakah kita tidak malu dengannya, dimana dia seorang istri raja, gemerlap dunia mampu diraihnya, istana dan segala kemewahannya dapat dengan mudah dinikmatinya. Namun, apa yang dipilihnya? Ia lebih memilih disiksa dan menderita karena keteguhan hati dan keimanannya. Ia lebih memilih kemuliaan di sisi Allah, bukan di sisi manusia. Jangan sampailah dunia yang tak seberapa ini melenakan kita. Melenakan kita untuk meraih janji Allah Ta’ala, surga dan kenikmatannya. Saudariku…jangan sampai karena alasan kondisi kita mengorbankan keimanan kita, mengorbankan aqidah kita. Marilah kita teladani Asiyah binti Muzahim dalam mempertahankan iman. Jangan sampai bujuk rayu setan dan bala tentaranya menggoyahkan keyakinana kita. Janganlah penilaian manusia dijadikan ukuran, tapi jadikan penilaian Allah sebagai tujuan. Apapun keadaan yang menghimpit kita, seberat apapun situasinya, hendaknya ridha Allah lebih utama. Mudah-mudahan Allah mengaruniakan surga tertinggi yang penuh kenikmatan. Maraaji’: 14 Wanita Mulia dalam sejarah Islam (terjemahan dari Nisa’ Lahunna Mawaqif) karya Azhari Ahmad Mahmud *** Artikel muslimah.or.id

Kamis, 17 Juni 2010

Nasehat ini untuk semuanya .

Nasehat ini untuk semuanya .....
Untuk mereka yang sudah memiliki arah...
Untuk mereka yang belum memiliki arah...
dan untuk mereka yang tidak memiliki arah.....
nasehat ini untuk semuanya...
...Semua yang menginginkan kebaikan.

Saudaraku.....
Nikah itu ibadah...
Nikah itu suci,ingat itu..
Memang nikah itu bisa karena harta,
bisa karena kecantikan,
bisa karena keturunan dan bisa karena agama.
Jangan engkau jadikan harta, keturunan maupun kecantikan sebagai alasan....
karena semua itu akan menyebabkan celaka.
Jadikan agama sebagai alasan....
Engkau akan mendapatkan kebahagiaan.

Saudaraku....
Tidak dipungkiri bahwa keluarga terbentuk karena cinta....
Namun..
jika cinta engkau jadikan sebagai landasan,
maka keluargamu akan rapuh,
akan mudah hancur.
Jadikanlah " ALLAH " sebagai landasan..
Niscaya engkau akan selamat
Tidak saja dunia, tapi juga akherat...
Jadikanlah ridho Allah sebagai tujuan..
Niscaya mawaddah, sakinah dan rahmah akan tercapai.

Saudaraku.....
Istrimu adalah tanggung jawabmu..
Jangan kau larang mereka taat kepada Allah...
Biarkan mereka menjadi wanita shalilah..

Saudaraku...
Jika engkau menjadi istri...
Jangan engkau paksa suamimu menurutimu..
Jangan engkau paksa suamimu melanggar Allah..
siapkan dirimu untuk menjadi Hajar, yang setia terhadap tugas suami...
Siapkan dirimu untuk menjadi Maryam, yang bisa menjaga kehormatannya..
Siapkan dirimu untuk menjadi Khadijah, yang bisa yang bisa mendampingi suami menjalankan misi.
Jangan kau usik suamimu dengan rengekanmu..
Jangan kau usik suamimu dengan tangismu..
Jika itu kau lakukan...
Kecintaannya terhadapmu akan memaksanya menjadi pendurhaka......
jangan....

Saudaraku....
Jika engaku menjadi Bapak..
Jadilah bapak yang bijak seperti Lukmanul Hakim
Jadilah bapak yang tegas seperti Ibrahim
Jadilah bapak yang kasih seperti Rasulullah
Ajaklah anak-anakmu mengenal Allah....
Ajaklah mereka taat kepada Allah...
Jadikan dia sebagai Yusuf yang berbakti...
Jadikan dia sebagai Ismail yang taat...
Jangan engkau jadikan mereka sebagai Kan'an yang durhaka.

Mohonlah kepada Allah....
Mintalah kepada Allah, agar mereka menjadi anak yang shalih...
Anak yang bisa membawa kebahagiaan.

Saudaraku....
Jika engkau menjadi ibu..
Jadilah engaku ibu yang bijak, ibu yang teduh..
Bimbinglah anak-anakmu dengan air susumu..
Jadikanlah mereka mujahid...
Jadikanlah mereka tentara-tentara Allah...
Jangan biarkan mereka bermanja-manja...
Jangan biarkan mereka bermalas-malas....
Siapkan mereka untuk menjadi hamba yang shalih..
Hamba yang siap menegakkan Risalah Islam.

Sumber : Fsi UNJ

Powered by Sinyal Kuat Indosat from My Nokia Phone®

Kamis, 10 Juni 2010

TENTANG PERNIKAHAN

Oleh
Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas


Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam senantiasa menganjurkan kaum muda untuk menyegerakan me-nikah sehingga mereka tidak berkubang dalam kemak-siatan, menuruti hawa nafsu dan syahwatnya. Karena, banyak sekali keburukan akibat menunda pernikahan. Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"Wahai para pemuda! Barangsiapa di antara kalian berkemampuan untuk menikah, maka menikahlah! Karena menikah itu lebih menundukkan pandangan, dan lebih membentengi farji (kemaluan). Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia shaum (puasa) karena shaum itu dapat memben-tengi dirinya."[1]

Anjuran Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam untuk segera menikah mengandung berbagai manfaat, sebagaimana yang dijelaskan oleh para ulama, di antaranya:

[1]. Melaksanakan Perintah Allah Ta'ala.

[2]. Melaksanakan Dan Menghidupkan Sunnah Nabi Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam.
[3]. Dapat Menundukkan Pandangan.

[4]. Menjaga Kehormatan Laki-Laki Dan Perempuan.

[5]. Terpelihara Kemaluan Dari Beragam Maksiat.


Dengan menikah, seseorang akan terpelihara dari perbuatan jelek dan hina, seperti zina, kumpul kebo, dan lainnya. Dengan terpelihara diri dari berbagai macam perbuatan keji, maka hal ini adalah salah satu sebab dijaminnya ia untuk masuk ke dalam Surga.


Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda:


"Artinya : Barangsiapa yang menjaga apa yang ada di antara dua bibir (lisan)nya dan di antara dua paha (ke-maluan)nya, aku akan jamin ia masuk ke dalam Surga." [2]


[6]. Ia Juga Akan Termasuk Di Antara Orang-Orang Yang Ditolong Oleh Allah.
Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda tentang tiga golongan yang ditolong oleh Allah, yaitu orang yang menikah untuk memelihara dirinya dan pandangannya, orang yang berjihad di jalan Allah, dan seorang budak yang ingin melunasi hutangnya (menebus dirinya) agar merdeka (tidak menjadi budak lagi). Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda:


"Artinya : Ada tiga golongan manusia yang berhak mendapat pertolongan Allah: (1) mujahid fi sabilillah, (2) budak yang menebus dirinya agar merdeka, dan (3) orang yang menikah karena ingin memelihara kehor-matannya." [3]


[7]. Dengan Menikah, Seseorang Akan Menuai Ganjaran Yang Banyak.
Bahkan, Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam menyebutkan bahwa seseorang yang bersetubuh dengan isterinya akan mendapatkan ganjaran. Beliau bersabda,

"Artinya : ... dan pada persetubuhan salah seorang dari kalian adalah shadaqah..." [4]

[8]. Mendatangkan Ketenangan Dalam Hidupnya

Yaitu dengan terwujudnya keluarga yang sakinah, mawaddah wa rahmah. Sebagaimana firman Allah 'Azza wa Jalla:


"Artinya : Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berfikir." [Ar-Ruum : 21]


Seseorang yang berlimpah harta belum tentu merasa tenang dan bahagia dalam kehidupannya, terlebih jika ia belum menikah atau justru melakukan pergaulan di luar pernikahan yang sah. Kehidupannya akan dihantui oleh kegelisahan. Dia juga tidak akan mengalami mawaddah dan cinta yang sebenarnya, sebagaimana yang diisyaratkan oleh Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam:


"Artinya : Tidak pernah terlihat dua orang yang saling mencintai seperti (yang terlihat dalam) pernikahan." [5]


Cinta yang dibungkus dengan pacaran, pada hakikatnya hanyalah nafsu syahwat belaka, bukan kasih sayang yang sesungguhnya, bukan rasa cinta yang sebenarnya, dan dia tidak akan mengalami ketenangan karena dia berada dalam perbuatan dosa dan laknat Allah. Terlebih lagi jika mereka hidup berduaan tanpa ikatan pernikahan yang sah. Mereka akan terjerumus dalam lembah perzinaan yang menghinakan mereka di dunia dan akhirat.


Berduaan antara dua insan yang berlainan jenis merupakan perbuatan yang terlarang dan hukumnya haram dalam Islam, kecuali antara suami dengan isteri atau dengan mahramnya. Sebagaimana sabda Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam:


"Artinya : jangan sekali-kali seorang laki-laki bersendirian dengan seorang wanita, kecuali si wanita itu bersama mahramnya." [6]


Mahram bagi laki-laki di antaranya adalah bapaknya, pamannya, kakaknya, dan seterusnya. Berduaan dengan didampingi mahramnya pun harus ditilik dari kepen-tingan yang ada. Jika tujuannya adalah untuk ber-pacaran, maka hukumnya tetap terlarang dan haram karena pacaran hanya akan mendatangkan kegelisahan dan menjerumuskan dirinya pada perbuatan-perbuatan terlaknat. Dalam agama Islam yang sudah sempurna ini, tidak ada istilah pacaran meski dengan dalih untuk dapat saling mengenal dan memahami di antara kedua calon suami isteri.


Sedangkan berduaan dengan didampingi mahramnya dengan tujuan meminang (khitbah), untuk kemudian dia menikah, maka hal ini diperbolehkan dalam syari'at Islam, dengan ketentuan-ketentuan yang telah dijelaskan pula oleh syari'at.

[9]. Memiliki Keturunan Yang Shalih

Setiap orang yang menikah pasti ingin memiliki anak. Dengan menikah -dengan izin Allah- ia akan mendapatkan keturunan yang shalih, sehingga menjadi aset yang sangat berharga karena anak yang shalih akan senantiasa mendo'akan kedua orang tuanya, serta dapat menjadikan amal bani Adam terus mengalir meskipun jasadnya sudah berkalang tanah di dalam kubur.
Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda.


"Artinya : Apabila manusia meninggal dunia, terputuslah amalnya kecuali tiga hal: shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shalih yang mendo'akannya." [7]

[10]. Menikah Dapat Menjadi Sebab Semakin Banyaknya Jumlah Ummat Nabi Muhammad Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam

Termasuk anjuran Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam adalah menikahi wanita-wanita yang subur, supaya ia memiliki keturunan yang banyak.


Seorang yang beriman tidak akan merasa takut dengan sempitnya rizki dari Allah sehingga ia tidak membatasi jumlah kelahiran. Di dalam Islam, pembatasan jumlah kelahiran atau dengan istilah lain yang menarik (seperti "Keluarga Berencana") hukumnya haram dalam Islam. Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam justru pernah mendo'akan seorang Shahabat beliau, yaitu Anas bin Malik radhiyallaahu 'anhu, yang telah membantu Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam selama sepuluh tahun dengan do'a:


"Ya Allah, perbanyaklah harta dan anaknya dan berkahilah baginya dari apa-apa yang Engkau anugerahkan padanya." [8]


Dengan kehendak Allah, dia menjadi orang yang paling banyak anaknya dan paling banyak hartanya pada waktu itu di Madinah. Kata Anas, "Anakku, Umainah, menceritakan kepadaku bahwa anak-anakku yang sudah meninggal dunia ada 120 orang pada waktu Hajjaj bin Yusuf memasuki kota Bashrah." [9]

Semestinya seorang muslim tidak merasa khawatir dan takut dengan banyaknya anak, justru dia merasa bersyukur karena telah mengikuti Sunnah Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam yang mulia. Allah 'Azza wa Jalla akan memudahkan baginya dalam mendidik anak-anaknya, sekiranya ia bersungguh-sungguh untuk taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Bagi Allah 'Azza wa Jalla tidak ada yang mustahil.

Di antara manfaat dengan banyaknya anak dan keturunan adalah:
1. Mendapatkan karunia yang sangat besar yang lebih tinggi nilainya dari harta.

2. Menjadi buah hati yang menyejukkan pandangan.

3. Sarana untuk mendapatkan ganjaran dan pahala dari sisi Allah.

4. Di dunia mereka akan saling menolong dalam ke-bajikan.

5. Mereka akan membantu meringankan beban orang tuanya.

6. Do'a mereka akan menjadi amal yang bermanfaat ketika orang tuanya sudah tidak bisa lagi beramal (telah meninggal dunia).

7. Jika ditakdirkan anaknya meninggal ketika masih kecil/belum baligh -insya Allah- ia akan menjadi syafa'at (penghalang masuknya seseorang ke dalam Neraka) bagi orang tuanya di akhirat kelak.

8. Anak akan menjadi hijab (pembatas) dirinya dengan api Neraka, manakala orang tuanya mampu men-jadikan anak-anaknya sebagai anak yang shalih atau shalihah.

9. Dengan banyaknya anak, akan menjadi salah satu sebab kemenangan kaum muslimin ketika jihad fi sabilillah dikumandangkan karena jumlahnya yang sangat banyak.

10. Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bangga akan jumlah ummatnya yang banyak.

Anjuran Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam ini tentu tidak bertentangan dengan manfaat dan hikmah yang dapat dipetik di dalamnya. Meskipun kaum kafir tiada henti-hentinya menakut-nakuti kaum muslimin sepuaya mereka tidak memiliki banyak anak dengan alasan rizki, waktu, dan tenaga yang terbatas untuk mengurus dan memperhatikan mereka. Padahal, bisa jadi dengan adanya anak-anak yang menyambutnya ketika pulang dari bekerja, justru akan membuat rasa letih dan lelahnya hilang seketika. Apalagi jika ia dapat bermain dan bersenda gurau dengan anak-anaknya. Masih banyak lagi keutamaan memiliki banyak anak, dan hal ini tidak bisa dinilai dengan harta.


Bagi seorang muslim yang beriman, ia harus yakin dan mengimani bahwa Allah-lah yang memberikan rizki dan mengatur seluruh rizki bagi hamba-Nya. Tidak ada yang luput dari pemberian rizki Allah 'Azza wa Jalla, meski ia hanya seekor ikan yang hidup di lautan yang sangat dalam atau burung yang terbang menjulang ke langit. Allah 'Azza wa Jalla berfirman:


"Artinya : Dan tidak satu pun makhluk bergerak (bernyawa) di bumi melainkan semuanya dijamin Allah rizkinya. Dia mengetahui tempat kediamannya dan tempat penyimpanannya. Semua (tertulis) dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh)." [Huud : 6]


Pada hakikatnya, perusahaan tempat bekerja hanyalah sebagai sarana datangnya rizki, bukan yang memberikan rizki. Sehingga, setiap hamba Allah 'Azza wa Jalla diperintahkan untuk berusaha dan bekerja, sebagai sebab datangnya rizki itu dengan tetap tidak berbuat maksiat kepada Allah 'Azza wa Jalla dalam usahanya mencari rizki. Firman Allah 'Azza wa Jalla:


Artinya : "Dan barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah, niscaya Dia menjadikan kemudahan baginya dalam urusannya." [Ath-Thalaq : 4]


Jadi, pada dasarnya tidak ada alasan apa pun yang membenarkan seseorang membatasi dalam memiliki jumlah anak, misalnya dengan menggunakan alat kontrasepsi, yang justru akan membahayakan dirinya dan suaminya, secara medis maupun psikologis.

APABILA BELUM DIKARUNIAI ANAK


Allah Yang Maha Berkuasa atas segala sesuatu, Mahaadil, Maha Mengetahui, dan Mahabijaksana meng-anugerahkan anak kepada pasangan suami isteri, dan ada pula yang tidak diberikan anak. Allah 'Azza wa Jalla berfirman:


"Artinya : Milik Allah-lah kerajaan langit dan bumi; Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki, memberikan anak perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki, dan memberikan anak laki-laki kepada siapa yang Dia kehendaki, atau Dia menganugerahkan jenis laki-laki dan perempuan, dan menjadikan mandul siapa yang Dia kehendaki. Dia Maha Mengetahui, Mahakuasa." [Asy-Syuuraa : 49-50]


Apabila sepasang suami isteri sudah menikah sekian lama namun ditakdirkan oleh Allah belum memiliki anak, maka janganlah ia berputus asa dari rahmat Allah 'Azza wa Jalla. Hendaklah ia terus berdo'a sebagaimana Nabi Ibrahim 'alaihis salaam dan Zakariya 'alaihis salaam telah berdo'a kepada Allah sehingga Allah 'Azza wa Jalla mengabulkan do'a mereka.


Do'a mohon dikaruniai keturunan yang baik dan shalih terdapat dalam Al-Qur'an, yaitu:

"Ya Rabb-ku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang shalih." [Ash-Shaaffaat : 100]


"...Ya Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami pasangan kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertaqwa." [Al-Furqaan : 74]


"...Ya Rabb-ku, janganlah Engkau biarkan aku hidup seorang diri (tanpa keturunan) dan Engkau-lah ahli waris yang terbaik." [Al-Anbiyaa' : 89]


"...Ya Rabb-ku, berilah aku keturunan yang baik dari sisi-Mu, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar do'a." [Ali 'Imran : 38]


Suami isteri yang belum dikaruniai anak, hendaknya ikhtiar dengan berobat secara medis yang dibenarkan menurut syari'at, juga menkonsumsi obat-obat, makanan dan minuman yang menyuburkan. Juga dengan meruqyah diri sendiri dengan ruqyah yang diajarkan Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam dan terus menerus istighfar (memohon ampun) kepada Allah atas segala dosa. Serta senantiasa berdo'a kepada Allah di tempat dan waktu yang dikabulkan. Seperti ketika thawaf di Ka'bah, ketika berada di Shafa dan Marwah, pada waktu sa'i, ketik awuquf di Arafah, berdo'a di sepertiga malam yang akhir, ketika sedang berpuasa, ketika safar, dan lainnya.[10]


Apabila sudah berdo'a namun belum terkabul juga, maka ingatlah bahwa semua itu ada hikmahnya. Do'a seorang muslim tidaklah sia-sia dan Insya Allah akan menjadi simpanannya di akhirat kelak.


Janganlah sekali-kali seorang muslim berburuk sangka kepada Allah! Hendaknya ia senantiasa berbaik sangka kepada Allah. Apa yang Allah takdirkan baginya, maka itulah yang terbaik. Allah Maha Mengetahui, Maha Penyayang kepada hamba-hambaNya, Mahabijaksana dan Mahaadil.


Bagi yang belum dikaruniai anak, gunakanlah kesempatan dan waktu untuk berbuat banyak kebaikan yang sesuai dengan syari'at, setiap hari membaca Al-Qur-an dan menghafalnya, gunakan waktu untuk membaca buku-buku tafsir dan buku-buku lain yang bermanfaat, berusaha membantu keluarga, kerabat terdekat, tetangga-tetangga yang sedang susah dan miskin, mengasuh anak yatim, dan sebagainya.

Mudah-mudahan dengan perbuatan-perbuatan baik yang dikerjakan dengan ikhlas mendapat ganjaran dari Allah di dunia dan di akhirat, serta dikaruniai anak-anak yang shalih.


[Disalin dari buku Bingkisan Istimewa Menuju Keluarga Sakinah, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Putaka A-Taqwa Bogor - Jawa Barat, Cet Ke II Dzul Qa'dah 1427H/Desember 2006]

__________
Foote Note

[1]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Ahmad (I/378, 425, 432), al-Bukhari (no. 1905, 5065, 5066), Muslim (no. 1400), at-Tirmidzi (no. 1081), an-Nasa-i (VI/56, 57), ad-Darimi (II/132), Ibnu Jarud (no. 672) dan al-Baihaqi (VII/77), dari 'Abdullah bin Mas'ud radhiyallaahu 'anhu.

[2]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 6474, 6807), dari Sahl bin Sa'ad radhiyallaahu 'anhu.

[3]. Hadits hasan: Diriwayatkan oleh Ahmad (II/251), an-Nasa-i (VI/61), at-Tirmidzi (no. 1655), Ibnu Majah (no. 2518) dan al-Hakim (II/160, 161), dari Shahabat Abu Hurairah radhiyallaahu 'anhu. Lihat al-Misykah (no. 3089).

[4]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Muslim (no. 1006), al-Bukhari dalam al-Adaabul Mufrad (no. 227), Ahmad (V/167, 168), Ibnu Hibban (no. 4155-at-Ta'liiqatul Hisaan) dan al-Baihaqi (IV/188), dari Abu Dzarr radhiyallaahu 'anhu.

[5]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Ibnu Majah (no. 1847), al-Hakim (II/160), al-Baihaqi (VII/78) dari Ibnu 'Abbas radhiyallaahu 'anhuma. Lihat Silsilah ash-Shahiihah (no. 624).

[6]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Ahmad (I/26, 222), al-Bukhari (no. 1862) dan Muslim (no. 1341) dan lafazh ini menurut riwayat Muslim, dari Sahabat Ibnu 'Abbas radhiyallaahu 'anhuma.

[7]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Muslim (no. 1631), al-Bukhari dalam al-Adabul Mufrad (no. 38), Abu Dawud (no. 2880), an-Nasa'i (VI/251), at-Tirmidzi (no. 1376, Ibnu Khuzaimah (no. 2494), Ibnu Hibban (no. 3016) dan lainnya, dari Abu Hurairah radhiyallaahu 'anhu. Lihat Irwaa'ul Ghaliil (no. 1580).

[8]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 6334, 6344, 6378, 6380) dan Muslim (no. 2480, 2481).

[9]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 1982). Lihat Fat-hul Baari (IV/228-229).
[10]. Untuk lebih jelasnya, bacalah buku penulis: "Do'a & Wirid".

Powered by Sinyal Kuat Indosat from My Nokia Phone®

Jumat, 04 Juni 2010

Wahai istriku, Mari kita membangun sebuah rumah di surga...

Bismillah..

Seorang ikhwan mengatakan dengan agak malu-malu, "Beginilah akhi, masih jadi "kontraktor" setiap tahunnya." Wah hebat! Pasti pengusaha yang sukses kalau setiap tahun mendapatkan tender sebagai kontraktor, entah kontraktor bangunan atau jalan raya. Namun jangan salah! Ternyata "kontraktor" yang dimaksud adalah bahwa ikhwan yang bersangkutan masih mengontrak rumah terus setiap tahunnya, alias belum punya rumah sendiri. Maka kebiasaan "tukang kontrak" ini membuat pelakunya mendapatkan sebutan "kontraktor".

Begitulah kehidupan dunia dengan segala kenikmatan dan kelezatan yang ada di dalamnya, tidak semua ikhwan memang mendapatkan rizki memiliki rumah sendiri sehingga tidak dipusingkan dengan anggaran khusus setiap tahunnya yang harus disusun rapi jika tak ingin urusan tempat tinggal jadi berantakan. RAPBRT (Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Rumah Tangga) kadang menjadi sebuah agenda yang tarik ulurnya bisa "alot" atau "fleksibel" tergantung kemampuan asisten nahkoda bahtera rumah tangganya, yakni para istri yang shalihah.

Memang memiliki sebuah rumah sendiri adalah impian setiap manusia ketika tinggal di dunia yang teramat sementara ini, tak terkecuali bagi ikhwan! Memiliki sebuah istana kecil di dunia merupakan bagian dari sebuah kebahagiaan, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

"Empat hal yang termasuk kebahagiaan seseorang : istri yang shalihah, tempat tinggal yang luas, tetangga yang baik, dan kendaraan yang nyaman. Dan empat hal yang termasuk kesengsaraan seseorang : tetangga yang jelek, istri yang jelek, kendaraan yang jelek, dan tempat tinggal yang sempit." [HR. Ibnu Hibban dalam Shahih-nya no. 1232 dan Al-Khathib dalam At-Tarikh 12/99. Al-Imam Al-Albani mengatakan dalam Ash-Shahihah no. 282: "Ini adalah sanad yang shahih menurut syarat Syaikhain/Al-Bukhari dan Muslim]

Namun apakah akhirnya memiliki sebuah tempat tinggal yang luas menjadi sebuah obsesi (keinginan yang harus diwujudkan)? Sehingga kadang dengan berbagai macam cara manusia berusaha untuk mendapatkan sebuah rumah yang megah, mewah, dan luas di dunia. Sebagian manusia menganggap bahwa rumah adalah simbol dari status sosial mereka, semakin megah rumahnya maka semakin diakui keberadaan seseorang itu, sebaliknya jika rumah seseorang biasa-biasa saja (tipe RS -rumah sederhana, RSS -rumah sangat sedehana atau RSSS -rumah sangat sederhana sekali) maka keberadaan mereka tidak diperhitungkan dalam pergaulan sosial masyarakat yang ber-orientasi (bertujuan) kepada dunia.

Apalagi bagi yang masih menjadi "kontraktor" tiap tahunnya, tinggal di rumah kontrakan menjadi tukang sewa menjadi kebiasaan rutin tahunan, pendapatan yang pas-pasan setiap bulannya membuat anggaran rumah hanya cukup untuk biaya sewa - alhamdulillah. Walau ada masih keinginan yang terpendam untuk sekedar memiliki rumah tipe RS, RSS, atau RSSS (rumah segede stadion sepakbola).

Namun apakah hal itu yang selalu kita pikirkan, padahal Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Jadilah engkau di dunia ini seperti orang asing atau seorang pengembara." [HR. Al-Bukhari], dan tahukah antum semua bagaimana sifat (karakter) seorang pengembara itu? Mari kita tengok para perantau di sekitar kita, ada seorang perantau yang datang ke Surabaya, bekerja pada sebuah kantor dengan jabatan yang rendah, tempat tinggalnya hanya sebuah kamar kost yang kecil, ukuran 2 x 2 meter sudah cukup baginya untuk sekedar melepas lelah setelah bekerja seharian, ada juga seorang perantau yang bekerja sebagai buruh pabrik sebagai karyawan produksi, pekerjaan yang kasar, berat namun halal, berangkat jam 7 pagi dan pulang jam 9 malam, tempat tinggal yang disewanya hanyalah ukuran 2,5 x 2 meter, itupun dia tinggal berdua dengan teman satu kost-nya. Hanya 7 jam saja dia menghuni tempat kostnya - itupun dalam keadaan tidur melepas lelah, kemudian besoknya kembali bekerja menjalankan rutinitas sebagaimana biasa, baju yang mereka pakai sehari-hari adalah baju kumal untuk bekerja yang banyak terkena kotoran oli dan minyak dalam pekerjaannya dan pakaian sederhana untuk tidurnya, namun ketika ada waktu libur tiba dia pulang ke kampung halamannya. Dengan baju yang bagus dan harta yang cukup hasil tabungannya selama ini.

Demikianlah sifat dan karakter seorang perantau yang asing (al-ghuroba), biar hidup susah dan seadanya di tempat dia merantau, makan seadanya, pakaian seadanya cukup untuk menutup aurat, perabotan makan dan keperluan sehari-hari pun seadanya cukup untuk menunjang kehidupannya yang sementara di tempat perantauannya. Namun dia pulang dengan perasaan riang, karena cukup bekal dan pakaian bagus yang dikenakannya, istilah singkatnya, biar hidup menggelandang di kota, namun pulang ke kampung dengan bekal yang banyak. Para perantau ini tidaklah berfoya-foya menghabiskan bekalnya untuk memuaskan segala keinginannya di tempat dia merantau. Bahkan untuk jatah makan pun dicarinya tempat yang paling murah, namun cukup untuk menegakkan tulang punggung untuk bekerja.

Begitulah keadaan kita hidup di dunia, tidaklah akrab dengan kehidupan dunia yang serba sementara ini, tidaklah kita terpesona oleh kilauan kesenangan dunia yang menipu (baca catatan sebelumnya : manusia yang gemar tertipu...), tidaklah kita mengumpulkan keperluan kita di dunia ini kecuali hanya sekedar menunjang kehidupan kita dan yang menjadi prioritas kita adalah bekal untuk kehidupan akhirat kelak, sehingga kita pulang ke kampung halaman kita di akhirat dalam kondisi ceria karena bekal yang cukup.

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah menggambarkan dunia dengan lisannya, dengan sabdanya : "Aku sama sekali (tidak memiliki keakraban) dengan dunia, perumpamaanku dengan dunia adalah bagaikan seseorang yang ada di dalam perjalanan, dia beristirahat di bawah sebuah pohon rindang, lalu dia pergi dan meninggalkannya." [HR. Ahmad, at-Tirmidzi, Ibnu Majah dan al-Hakim. Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh al-Albani.]

Wahau saudaraku, rumah yang engkau impi-impikan di dunia ini, jika Allah Ta'ala memberikannya sebagai rizkimu, maka akan berapa lama engkau menghuni rumah itu? 10 tahun? 20 tahun? Atau bahkan belum sempat engkau menghuninya ternyata Allah Ta'ala berkehendak mewafatkanmu, wallahu a'lam. Rumah seperti itukah yang ukurannya tidak seberapa, yang telah menyita perhatianmu, sehari selama 24 jam keinginan akan rumah dunia ini memalingkan kita dari rumah kita yang sebenarnya kelak di akhirat. Lalu apakah yang telah engkau siapkan untuk memangun rumahmu kelak di surga yang seluas langit dan bumi?

CATATAN SEORANG SUAMI KEPADA ISTRINYA DI MALAM HARI....

Wahai istriku, malam telah larut, dan aku melihat engkau telah terlelap dengan indahnya menuju mimpi-mimpimu, dapat aku melihat engkau tersenyum dengan indahnya di dalam tidurmu. Wahai istriku, beristirahatlah sebentar sebelum engkau bangun untuk mengerjakan sholat malammu...

Wahai istriku, dapat aku melihat bulir-bulir keringat membasahi keningmu, mungkin karena udara yang terasa panas di malam ini membuatmu banyak berkeringat dalam tidurmu, memang kamar yang sempit ini tidak memiliki AC, tidak banyak memiliki hiasan dan perabotan yang mahal, tidak juga kita tidur beralaskan tempat tidur yang empuk dan mewah. Namun diriku selalu bersyukur kepada Allah Ta'ala karena engkau menerima semua ini dengan lapang dada dan penuh kesabaran.

Wahai istriku, sewa rumah akan habis satu bulan lagi... dan tabungan kita belum cukup untuk membayar sewa rumah ini satu tahun ke depan, semoga Allah Ta'ala memberikan kita tambahan rizki agar kita mampu memperpanjang sewa rumah kecil ini, agar kita terlindung dari terik panas dan dinginnya malam, agar anak-anak kita pun bisa bernaung dari derasnya hujan dan memiliki tempat bermain. Memang tidak luas rumah yang kita sewa ini, namun bersama dirimu dan anak-anak kita semuanya menjadi teramat indah...kita memang tidak memiliki rumah tempat tinggal yang luas sebagai bagian dari kebahagiaan, namun aku memiliki sebagian kebahagiaan yang lain, yaitu dirimu sebagai istri yang shalihah yang selalu berada di sampingku, bersabar atas semua kesempitan dunia ini.

Wahai ibu dari anak-anakku, terima kasih karena engkau tidak mengeluh karena ketidak mampuan suamimu untuk membelikan sebuah rumah bagimu, terima kasih engkau telah membangkitkan semangatku untuk beribadah kepada Allah Ta'ala di tengah-tengah kesulitan kita, terima kasih atas kesabaranmu mendidik anak-anak kita ditengah kekurangan ini. Terima kasih wahai istriku engkau selalu mengingatkan aku untuk bersyukur kepada Allah Ta'ala atas rizki yang diberikan-Nya kepada kita sehingga kita bisa makan setiap hari tanpa kekurangan.

Wahai istri dari hamba yang dha'if... perkenankanlah suamimu mengajakmu untuk membangun sebuah rumah dan istana yang indah bagimu di surga kelak, dunia ini bukan bagian kita, dan kita tidak akan tinggal lama di dalamnya. Birlah kita kelak keluar dari segala kesempitan ini menuju kelapangan yang indah, insya Allah. Wahai istri yang shalihah, tahukah engkau bahwa 'Abdullah bin 'Umar Radhiyallahu 'anhu berkata, "Sesungguhnya dunia itu adalah Surga bagi orang kafir dan penjara bagi orang yang beriman. Dan sesungguhnya perumpamaan seorang mukmin ketika dirinya keluar dari dunia adalah bagaikan seorang yang sebelumnya berada di dalam penjara, lalu dia dikeluarkan darinya. Sehingga dia berjalan di atas bumi dengan mencari keluasan." [Syarhush Shuduur, hal. 13]

Wahai istriku mari kita bangun sebuah rumah di surga dengan sholat sunnah rowatib, berusahalan untuk menegakkannya walau di tengah kesibukanmu mengurus rumah tangga dan anak-anak kita, berusahalah demi kebaikanmu dan kebaikan kita semua, aku akan membantumu dalam menjaga anak-anak kita dan membantumu mengerjakan pekerjaan rumah yang mampu aku lakukan, bukankah engkau mengetahui bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

"Tidaklah seorang muslim mendirikan shalat sunnah ikhlas karena Allah sebanyak dua belas rakaat selain shalat fardhu, melainkan Allah akan membangunkan baginya sebuah rumah di surga." (HR. Muslim no. 728)

Dan dalam riwayat At-Tirmizi dan An-Nasai, ditafsirkan ke-12 rakaat tersebut. Beliau shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa menjaga dalam mengerjakan shalat sunnah dua belas rakaat, maka Allah akan membangunkan rumah untuknya di surga, yaitu empat rakaat sebelum zhuhur, dua rakaat setelah zhuhur, dua rakaat setelah maghrib, dua rakaat setelah isya` dan dua rakaat sebelum subuh." (HR. At-Tirmizi no. 379 dan An-Nasai no. 1772 dari Aisyah)

Maka ke dua belas rakaat itu merupakan tabungan dan bekal kita kelak di surga insya Allah, oleh karena itu janganlah engkau enggan mengerjakannya meskipun terasa berat, bersabarlah akan sholat, dan kerjakanlah karena ikhlas kepada Allah Ta'ala.

Wahai istriku, mari kita bangun sebuah rumah di surga dengan meninggalkan debat, demi Alloh, debat itu hanya akan meninggalkan permusuhan dan kebencian, maka bersabarlah di dalam dakwah, ketika engkau sedang menasihati seseorang, maka perhatikanlah hak-haknya, jika dia bertanya kepadamu maka jawablah dengan baik sesuai dengan Al-Qur'an dan sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, serta bersabarlah, jika ia mendebatmu maka tinggalkanlah dia. Wahai istriku, janganlah engkau banyak bercanda, apalagi jika engkau membumbuinya dengan dusta. Sungguh kedustaan itu akan meruntuhkan bagian rumahmu disurga kelak, Imam Abu Dawud rahimahullah meriwayatkan di dalam Sunannya :

"Muhammad bin Utsman ad-Dimasyqi Abu al-Jamahir menuturkan kepada kami. Dia berkata; Abu Ka'b Ayyub bin Muhammad as-Sa'di menuturkan kepada kami. Dia berkata; Sulaiman bin Habib al-Muharibi menuturkan kepadaku dari Abu Umamah, dia berkata ; Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Aku akan menjamin sebuah rumah di dasar surga bagi orang yang meninggalkan debat meskipun dia berada dalam pihak yang benar. Dan aku menjamin sebuah rumah di tengah surga bagi orang yang meninggalkan dusta meskipun dalam keadaan bercanda. Dan aku akan menjamin sebuah rumah di bagian teratas surga bagi orang yang membaguskan akhlaknya." (HR. Abu Dawud dalam Kitab al-Adab, hadits no 4167. Dihasankan oleh al-Albani dalam as-Shahihah [273] as-Syamilah)

Wahai istriku, perbaguslah akhlakmu, berhiaslah dengan akhlak yang shalihah, berdasarkan Al-Qur'an dan sunnah ash shahihah, karena bukan saja engkau akan mendapatkan sebuah rumah di bagian teratas surga, engkau juga akan mendpatkan kecintaan dari Allah Ta'ala, kemudian dari aku suamimu, dari anak-anakmu, dari karib kerabatmu dan dari seluruh kaum muslimin.

Wahai istriku, kenalilah dunia dengan segala perangkapnya, dengan segala keburukan di dalamnya, Abu Hazim berkata, "Barangsiapa yang mengenal dunia, niscaya dia tidak akan senang dengan kemegahan yang ada di dalamnya dan tidak akan bersedih dengan bencana yang ada di dalamnya."

'Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu 'anhu berkata, "Siapa yang menyatukan enam hal dalam dirinya, berarti dia tidak meninggalkan satu jalan pun menuju Surga dan satu pintu pun untuk lari dari Neraka. (1) Orang yang mengenal Allah dan mentaati-Nya, (2) Orang yang mengenal syaitan dan menjauhinya, (3) Orang yang mengenal kebenaran dan mengikutinya, (4) Orang yang mengenal kebathilan dan menjaga diri darinya, (5) Orang yang mengenal dunia dan menolaknya, dan (6) Orang yang mengenal akhirat dan mencarinya." [Al-Ihyaa' (III/221).]

Karena itu wahai istriku mari kita lalui kehidupan di dunia ini sebagaimana seseorang yang asing, sebagaimana seorang pengembara dalam perantauannya, mengambil seperlunya saja apa yang menjadi hak kita, karena kita akan meninggalan negeri perantauan ini dan kembali kepada kampung halaman akhirat yang kekal. Mari kita kumpulkan bekal sebaik-baiknya, semoga kelak ketika kita pulang ke kampung halaman kita, ada sebuah rumah yang indah menanti kita, sebuah rumah yang telah kita bangun sejak jauh hari dari sekarang ini...ketika masih di dunia ini.

Wallahu a'lam bish showab

Oleh Andi Abu Najwa yang di posting melalui Group Bengkel Akhlak Sunnah di Facebook.

P.S Subahanalloh.. tulisan yang insyAlloh sangat bermanfaat untuk kita para calon istri shalihah -insyAlloh- dan yang sudah menjadi istri yang insyAlloh shalihah pula agar lebih bisa mensyukuri apa yang telah diberikan oleh Alloh ta'ala melalui suami -atau calon suami- kita..
Mereka telah memberikan segalanya yang terbaik untuk kita, mengusahakan segala sesuatu untuk menyenangkan hati kita, yang telah bersusah payah bekerja dengan menguras keringat, waktu dan tenaga nya untuk kelangsungan hidup kita dan anak-anak -insyAlloh-. Lalu, apa sulitnya untuk kita berusaha kembali memberikan yang terbaik untuknya??? Untuk seorang presiden di istana kecil kita yang insyAlloh sangat kita cintai, untuk seorang pria yang mungkin akan memberikan separuh usianya untuk kita. Semoga Alloh ta'ala selalu membiming kita untuk dapat menjadi istri shalihah yang senantiasa selalu mendukung dan mencintai suami kita -insyAllohu ta'ala-.
-Ummu Aisyah-

Powered by Sinyal Kuat Indosat from My Nokia Phone®