Minggu, 12 Desember 2010

Hikmah ...


Tanya :

Apakah hikmahnya,knapa disaat menikah dgn istri pertamanya Khadijah,Rosulullah tidak melakukan sunnah ta'addud?begitupun dari keturunannya (Fathimah) tdk di ta'addud walo disaat itu memang Ali ditawari putri abu jahal yg memang tdk disukai Rosululah jelas krn dr kalangan musuh ALLOH..artinya disaat itu mudah bagi ALLOH menghadirkan wanita dr kalangan shahabiyah yg sholihah dan mulia?mudah2n ana dpt dalil dan ilmunya yg shahih:)

 

Pertanyaan 1, jawab :

Ketika masih menikah dg Khadijah radhiallahu anha, Rasul shalallahu alaihi wa salam masih berada pada masa2 awal kerasulan. Beliau sendiri masih harus menyesuaikan diri dg penugasan dan tugas beliau. Beliau masih harus meyakinkan orang2 terdekat dan terpercaya utk tidak berkhianat thd beliau dan agama Allah. Beliau harus menghadapi kaum Quraish yg begitu keras menentang syi'ar beliau. Nah...Bisa dibayangkan betapa akan sangat menyita waktu jika beliau harus mengurus lebih dari 1 istri sementara tugas meletakkan fondasi Islam begitu berat?

 

Allah Maha Bijaksana. Tidak dibebaniNYA utusanNYA Muhammad dg beban yg melebihi kemampuannya. Karena sepanjang sejarah manusia, perempuan adalah jenis mahluk yg paling sulit diatur. Maka menjaga Rasulullah hanya dg 1 istri adalah hikmah yg besar bagi Islam sendiri. Berbeda dg ketika Rasulullah berada di Madinah. Islam berada pada puncak kejayaannya. Beliau sudah didampingi orang2 kepercayaan yg bisa menjadi perpanjangan tangan beliau menyebarkan Islam. Maka mendidik lebih dari 1 istri sebagai teladan umat di kemudian hari berta'addud menjadi lebih mudah dilaksanakan.

 

Pertanyaan 2, jawab :

Setahu saya tidak ada hadith yg menyatakan Fathimah secara ekplisit menolak untuk dimadu. Tidak banyak yang tahu bahwa Putri Abu Jahal yg ditawarkan kepada Ali ra. untuk dinikahi sebetulnya pada saat ditawarkan sudah memeluk Islam.

 

Ibnu Hajar menafsirkan melalui hadis riwayat Zuhri, yg berbunyi :

 

''Bahwa Ali telah melamar putri Abu Jahal atas Fatimah dan ketika Fatimah mengetahuinya, ia mendatangi Nabi Saw mengatakan :

 

"umatmu sedang ramai membicarakan " (ket : lihat Ibnu Hajar hal 239)

 

Kemudian diriwayatkan oleh Abdullah bin Abi Ziyad :

 

"Ketika berita itu sampai kepada Fatimah, ia mengatakan kpd ayahnya : 'Orang orang mengira bahwa engkau tidak marah untuk Putrimu, dan ini atas orang yang akan menikahi putri Abu Jahal'".

 

Tidak ada riwayat Fathimah berkata : "Ya ayahku, aku tak sudi dimadu." Fathimah justru memberi penekanan kepada 'menikahi putri Abu Jahal'. Ini menunjukkan hubungan garis keturunan (nasab) calon madunya dengan Abu Jahal-lah yang dipermasalahkan. Kita akan membahas hubungan tersebut (terkait dengan kultur masyarakat Arab) di bawah ini.

 

Diriwayatkan dari Miswar bin Makhramah ia berkata :

 

"Saya mendengar Rasulullah Shalallaahu 'alaihi wasallam bersabda ketika ia berada di atas mimbar :

 

" Sesungguhnya Bani Hasyim bin al Mughirah minta izin untuk menikahkan putri mereka dengan Ali bin Abi Thalib. SAYA TIDAK MENGIZINKAN, kemudian (tsumma) SAYA TIDAK MENGIZINKAN, kemudian (tsumma) SAYA TIDAK MENGIZINKAN , kecuali putra Abi Thalib menceraikan Putriku dan menikahi putri mereka. Karena sesungguhnya dia (FATIMAH) adalah bagian dari diriku, mencemaskanlu apa yang mencemaskannya dan menyakitiku apa yg menyakitinya" (HR Bukhari)

 

Potongan hadith Rasulullah bersabda di atas mimbar ini amat sering (kalau tidak ingin mengatakan menjadi andalan) digunakan sebagai alasan untuk menolak poligini. Tetapi perhatikan riwayat selanjutnya, dimana Rasulullah masih melanjutkan sabda beliau sbb :

 

"Sesungguhnya aku tidak mengharamkan yang halal dan tidak menghalalkan yang haram (poligini - pen). Tapi, demi Allah, TIDAK AKAN BERKUMPUL PUTRI RASULULLAH -Shallallahu 'alaihi wa sallam- DENGAN PUTRI MUSUH ALLAH SELAMANYA".(Shahih Muslim:2449)

 

Senada dengan pernyataan Fathimah, hubungan antara calon madu dengan Abu Jahal-lah yang juga menjadi pertimbangan penolakan Rasulullah.

 

Jika memotong hadith sampai di sini pun masih terkesan seolah Rasulullah menolak Ali ra. memadu putri beliau, hanya berbekal "rasa sayang seorang ayah terhadap putrinya". Dan ini bertentangan dg riwayat bahwa Rasulullah tidak pernah mengistimewakan putri2 beliau atas muslimah yg lain, seperti diriwayatkan sebagai berikut :

 

Kata al Athtar :

 

"Tidak di dapatkan dari Nabi saw bahwa Beliau mengkhususkan Fatimah dgn hukum2 tertentu untuknya. Justru yg nyata dari Nabi saw adalah Beliau memperlakukan Fatimah sebagaimana Umat Islam lainnya."

 

Sabda Nabi Shalallaahu 'alaihi wasallam :

 

" Demi yg memegang Jiwaku, sekalipun Fatimah binti Muhammad mencuri, sungguh akan aku potong tangannya " (HR Muslim)

 

Maka 2 riwayat tersebut memperkuat penjelasan sabda Rasulullah sbb :

 

"Bukannya aku mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram, akan tetapi demi Allah, sekali lagi AKU TIDAK IJINKAN BERKUMPUL ANAK RASULULLAH BERSAMA ANAK MUSUH ALLAH (abu jahal) selamanya" (HR Bukhori 3110)(Fiqh Sunnah 2/245/246)

 

Tetapi mengapa Rasulullah tidak mengijinkan berkumpul anak Rasulullah bersama anak musuh Allah? Bukankan anak musuh Allah itu sendiri sudah memeluk Islam. Ini jawabnya :

 

Riwayat Zuhri yg lain , bahwa Nabi saw :

 

" Saya khawatir akan TERFITNAH (rusak) AGAMANYA "......(Ibnu Hajar)

 

Maka jelaslah, bahwa bagi Fathimah dan terlebih Muhammad bin Abdullah (salallahu alaihi wa salam) perkara fitnah agama adalah perkara terpenting melebihi cacat badan, hilangnya nyawa sendiri ataupun orang yg dicintai.

 

Sekarang mari kita bayangkan kondisi Rasulullah dan Fathimah ketika itu :Tempatkan diri sebagai Fathimah, putri Rasulullah, yg sejak kecil menyaksikan betapa tidak hanya Abu Jahal secara kejam dan licik menyakiti ayah anda tetapi juga menya...lahi risalah yg dibawanya.

 

Maukah kita membiarkan suami anda menikahi anaknya, meskipun anaknya sudah memeluk Islam?

 

Dalam pernikahan, terlebih dalam kultur masyarakat Arab pada saat itu, seorang laki2 tidak hanya bergaul dg perempuan yg dinikahinya, ia juga akan bergaul dan terikat berbagai kewajiban terhadap mertuanya. Karena masyarakat Arab memandang mertua berkedudukan sama seperti orang tua kandung.

 

Bisakah kita bayangkan bagaimana Fathimah harus menerima Ali memenuhi kewajibannya terhadap mertuanya yg nota bene adalah musuh Allah?

 

Bisakah kita bayangkan akan jadi mertua seperti apa Abu Jahal?

 

Bisakah kita bayangkan fitnah apa yg akan ia lontarkan terhadap Rasulullah, Fathimah & di atas segalanya, Allah?

 

Bisakah kita bayangkan betapa energi rumah tangga akan terserap habis hanya untuk menghadapi pemfitnah seperti Abu Jahal?

 

Bisakah kita bayangkan pengaruhnya ini terhadap orang lain yg tidak mengerti situasi rumah tangga Fathimah sehingga akan timbul fitnah demi fitnah bagi Fathimah & Rasulullah?

 

Jika kita bisa membayangkannya, maka semua riwayat dan tafsir di atas menjadi lebih terang, saling berkaitan satu dg lainnya, tanpa saling menyalahi. Bahwa bukanlah Rasulullah menentang hukum Allah hanya dan hanya karena perasaan terhadap putrinya, melainkan karena kecintaan beliau terhadap Allah semata.

 

Ulama memandang tidak dimadunya putri2 Rasulullah sbg pengkhususan thd mereka. Namun berdasarkan dalil2 di atas tampak bahwa pengkhususan tsb bukan datang dari Rasulullah sendiri melainkan datang dari para sahabat sbg bentuk penghormatan thd Rasulullah dan putri2 Rasulullah karena putri2 Rasulullah adalah perempuan2 pilihan yg dalam diri mereka sudah tercukupi segala kebutuhan suami2 mereka. Wallahu 'alm.

 

--- oOo ---


sumber : kumpulan doc di group Serba-Serbi RTT yan di posting oleh Ummu Hamzah.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar